Sabtu, 26 Mei 2012
cerpen _ Pilihan Itu
“Pilihan itu!”
Langit senja ini tak begitu seperti biasanya. Mentari yang sedari tadi menghilang di balik ufuk barat hanya meninggalkan sedikit jejak warna merah bercampur jingga. Sedikit mendung membuat warna merah tadi tak tampak begitu jelas. Aku masih terduduk di padang bebas di belakang rumah. Di tanah lapang yang biasanya digunakan anak-anak tetangga untuk bermain bola di sana. Mereka bermain dan selalu bermain di sana tiap sorenya sampai senja datang disertai bunyi bedug dan suara azan dari mesjid di ujung gang. Baru saat itulah mereka menyudahi permainan dan pulang ke rumah masing-masing. Semoga saja memang benar pulang ke rumahnya sendiri-sendiri, tidak ke rumah orang lain, tidak nyasar mereka. Di tanah rerumputan ini aku sendiri telentang sambil menikmati suasana langit senja yang sedikit mendung. Hampir sama dengan mendung yang ada di hatiku.
Mendung ini tak seperti biasanya karena jika mendung datang pasti ada semilir angin yang bertiup sedang, dan lama kelamaan semakin kencang sehingga membuat orang-orang merasa ngeri dan takut untuk keluar rumah. Mungkin ini pengaruh dari alam yang sudah tak dapat diprediksi lagi bahkan oleh ahli nujum sekalipun. Alam semakin berjalan sesuai dengan keinginannya sendiri. Pagi menurunkan hujan dan siang bisa jadi menurunkan angin topan. Malam menampakkan panas menyengat sementara sore justru berhawa dingin tanpa ampun menusuk tulang dan persendian sehingga membuat rasa ngilu.
Sementara pandanganku masih tetap mengarah ke atas melampaui langit dari ujung utara sampai selatan. Lalu berputar lagi dari arah barat sampai timur. Tetap saja tak dapat menghilangkan rasa gundah yang menjadi setitik mendung di hati. Rasa mendung ini hadir kemarin sore saat seorang kolega menyerahkan sebuah amplop putih berisi surat yang akhirnya aku pajang di atas tempat tidurku, di dinding kamar yang catnya sudah mulai mengelupas. Surat itu kubaca berulang-ulang seakan membuatku semakin tak percaya saja. Semakin kubaca semakin keraguan dan kebimbangan menghampiri fikirku.
“Besok sabtu!” Gumamku.
Aku tak habis fikir mengapa aku juga diikutkan dalam event ini. Aku harus ikut dalam wawancara di perusahaan ini. Aku memang sering bahkan sudah terbiasa dengan wawancara. Bahkan dalam beberapa bulan terakir aku diminta untuk memberi kuliyah tentang pemasaran perusahaan dan persaingan dunia kerja yang diantaranya juga menyangkut wawancara kerja, di beberapa perguruan tinggi. Tapi ini lain. Masalahnya berbeda. Aku tidak datang untuk wawancara melainkan aku yang akan mewawancarai para pelamar kerja yang pastinya akan banyak yang berasal dari lulusan universitas. Dari universitas yang terkemuka sampai yang baru dibangun pamornya. Dari yang negeri sampai yang swasta.
Sebenarnya tak ada masalah karena itu memang tugasku sebagai seorang yang punya reputasi dan possisi terpandang di perusahaan ini. Tapi sekali lagi ini bukan menyangkut keprofesionalitasan ataupun kompetensi yang aku miliki, tapi ini ada kaitannya dngan perasaan. Bayangkan saja aku harus menilai sekian banyak orang dan satu diantaranya akan membawaku ke dalam de javu masa lalu yang sudah kukubur begitu dalam sehingga kalau aku gali akan membutuhkan waktu berbulan-bulan baru bisa menemukannya. Tapi itu kalau aku yang menggali dan aku berniat tak akan menggalinya, sementara sekarang ada orang lain yang akan menggalinya, tepatnya tidak menggali karena dengan mudahnya ia tinggal memungut saja dari tempat yang begitu mudah dijangkaunya.
*****************************************************************************
Sabtu pagi, begitu cerah dengan mentari sudah bersinar sejak setengah jam yang lalu. Aku menyusuri jalanan ini yang cukup sepi. Padahal biasanya ramai dipenuhi oleh anak-anak sekolah dan para kuli kerja di pabrik rokok serta di kompleks perumahan yang sedang dibangun. Begitu mudahnya aku menginjak pedal dan memainkan setir. Teringat seperti saat masih kecil aku bermain mobil-mobilan. Pukul 07.30 aku memasuki kantor yang sudah dipenuhi oleh puluhan pelamar di lobi dan ruang tunggu. Penuh berjejalan para calon pengisi posisi-posisi penting dalam perusahaan. Ini karena perusahaan tempat aku menghabiskan masa-masa tuaku ini akan membuka cabang baru di luar kota. Ini yang membuat kami harus mencari banyak karyawan untuk perusahaan cabang itu.
“Pak Zul, ini daftar peserta yang lolos saringan pertama. Ada sekitar tujuh puluh lima pelamar.”
“Okey.”
Dan saat aku melihat nama-nama yang tertera dalam daftar orang-orang yang akan kuwawancarai terdapat satu nama yang tak akan pernah aku lupa. Sebuah nama yang dulu aku dan dia pernah sepakati bersama saat kita mempunyai mimpi yang sama untuk membangun suatu ikatan yang pasti. Namun ikatan yang baru terbagun itu akhirnya harus kuputuskan. Dan kami tak pernah bersatu lagi. Jurang pemisah yang begitu dalam dan tak bisa kami lewati. Kami menyerah. Lebih memilih pasrah terhadap keadaan.
“Munfaida Zulkarnaen” Gumamku.
Sebuah nama yang dulu aku dan dia sepakati untuk keturunan kita kelak bila yang terlahir adalah seorang perempuan. Namun Tuhan punya rencana lain yang terkadang tidak sesuai dengan harapan serta doa hamba-hambanya. Aku dan dia tak bisa bersatu dalam keridhaanNya. Kita memilih jalan yang lain. Saat itu tampak oleh kami berbagai alternatif-alternatif jalan yang bisa kami pilih yang merupakan jawaban dari doa-doa kami sepanjang petang sampai fajar menyingsing. Seandainya kami berani mengambil risiko karena pilihan bersatu, barangkali cerita yang terukir dalam buku dunianya dan duniaku tak akan seperti yang sekarang ini.
Ruangan berukuran 8x6 ini sudah menjadi bagian dari hidupku semenjak pilihan yang aku dan dia pilih mulai kami berlakukan. Konsekuensi itu secara nyata langsung kami aplikasikan dalam kehidupan kami masing-masing. Dia berada di jalannya dan aku berlari di jalanku sendiri. Seperti halnya cat dalam ruangan ini yang sudah diganti empat kali, dulu pernah putih, kelabu, kuning tua, dan sekarang kembali putih namun sudah agak keabu-abuan. Seperti itulah hatiku dalam kehidupanku setelah berpisah dengannya.
Sudah enam sembilan pelamar yang sudah kuwawancarai. Ini berarti tinggal enam orang tersisa dan aku ingin nama pelamar yang tadi sempat membuatku teringat
akan masa lalu, sengaja aku tempatkan di urutan paling akhir. Aku sengaja karena aku ingin de javu masa lalu yang begitu indah dulu dapat aku rasakan lagi. Aku ingin kembali mengurai kebersamaanku dengan ibunya, Fa’ida namanya. Nama yang sudah terukir dalam, di hatiku. Bahkan ini adalah nama yang sengaja aku pahatkan dengan tinta perak bersepuh emas di dalam hati dan fikirku.
Mungkin aku akan curang karena ada dua pilihan saja yang hadir dalam jawaban atas doaku. Apakah aku akan meluluskannya dan membuatnya menjadi bagian dari perusahaan ini. Ataukah pilihan kedua dengan menolaknya sehingga aku tak kan menemukan lagi kenangan-kenangan yang sempat membuatku terpuruk, jatuh dan tak mampu berbuat apapun kala itu. Bahkan keputusan ini sudah aku ambil sebelum aku melakukan wawancara padanya. Dan aku lebih memilihnya tidak masuk dalam perusahaan ini karena aku punya rencana yang menurutku akan bisa meraih impianku dan impian Fa’ida.
“Nama anda?”
“Munfa’ida Zulkarnaen”
“Nama ibu dan ayah anda?”
“Nur Munfa’ida, dan………, aku tak pernah tahu siapa nama ayahku karena dulu sebelum aku lahir di dunia ini ia sudah pergi meninggalkan ibuku yang berjuang dalam kesendiriannya. Kata ibu ayah pergi untuk menyelesaikan studinya di luar negeri demi mencapai gelar yang dulu dicita-citakannya. Dan semenjak saat itu ayah tak pernah kembali. Pun ibu sudah mencoba untuk menghubungi ayah lewat telepon, email, bahkan juga seluruh teman-teman ayah sudah dihubungi, namun tetap saja ayah tak terlacak dimana berada. Tapi ibu tetap yakin ayah akan datang kembali kepada kami sehingga ia tetap berjuang sendiri demi aku. Bahkan saat ada orang yang mau meminangnya dulu, ibu tetap menolaknya demi ayah yang sampai sekarang tak kunjung pulang…. “
“maaf, maafkan saya bapak, saya menjadi suka meracau kalau sedang terbawa perasaan dan emosi. Mungkin saya tak berbakat untuk bekerja dengan professional.
Barangkali perusahaan tak akan menerima pelamar seperti saya. Maafkan saya bapak. Saya mengundurkan diri saja. Permisi.”
******************************************************************************
Suatu kesalahan lagi yang aku lakukan, karena seharusnya aku hanya mencari tahu bagaimana keadaan psikologi setiap pelamar. Tapi, karena Tuhan menganugerahiku sebagai pendengar yang baik, bahkan lebih baik dari orang-orang yang hidup di negeri ini, sehingga aku terkadang tidak hanya sebatas ingin tahu psikologi seseorang, tapi juga ingin tahu masalah-masalah apa yang sedang mereka hadapi. Ini ada sedikit pengaruh karena aku juga seorang konselor. Sehingga terkadang batas-batas antara dunia yang berbeda itu seakan tak begiu nyata terlihat karena saling berhubungan satu sama lain. Salling mendukung. Saling melampaui.
Di akhir sesi ini aku kembali menjadi seorang konselor, bukan seharusnya menjadi seorang yang sedang mengetes psikologi pelamar kerja. Aku memang lebih suka untuk melakukan psikotes dengan cara lain. Kalau perusahaan sering menggunakan cara yang sudah biasa,psikotes dengan seluruh pelamar dikumpulkan jadi satu, justru aku melakukannya dengan versi yang berbeda, versiku sendiri. Aku ingin berkenalan satu per satu dan mengetahui karakter setiap pelamar di perusahaan ini.
Dan karena backgroundku juga seorang konselor, maka tak mengherankan jikalau akhirnya aku berubah menjadi konselor di sana. Mungkin ini karena pengaruh perasaan. Perasaan pernah bersalah kepada seorang perempuan yang baru saja aku wawancarai yang tidak lain adalah seorang anak kandungku sendiri. Ya, tepat saat kami menapaki usia ke tujuh bulan pernikahan, telah terjadi badai yang begitu hebatnya memporak-porandakan rumah tangga kami.
Harus ada keputusan yang aku ambil dan dampaknya sungguh dasyat. Aku harus memilih untuk meninggalkan Fa’ida, istriku tercinta disaat dia mengandung di usia yang ke tujuh bulan. Sungguh tragis, disaat usia itu adalah merupakan kebahagiaan bagi kami karena biasanya orang tua dari kami akan melakukan ritual adat
yakni tingkeban. Namun di luar dugaan justru ritual yang kami nantikan berubah menjadi malapetaka.
Ibu ku sakit, dan sakitnya ini tak lain adalah karena ulahku juga. Dulu beliau sempat menjodohkan aku dengan seorang gadis anak sahabatnya yang dulu selalu membantunya. Bahkan berkat sahabatnya itu juga, beliau mampu membangun usaha yang menjadi tumpuan kehidupan keluarga kami. Seorang ibu ternyata lebih tahu mengenai kebahagiaan anaknya sehingga saat aku matur kalau aku ingin menikahi Fa’ida, ibu langsung mengiyakan. Aku berfikir ini benar-benar restu yang tak ada rahasia lagi. Sementara di balik restu ibuku tersimpan rahasia-rahasia yang begitu hebatnya sehingga saat rahasia itu terbuka maka bencana akan melampaui semesta kehidupan kami.
Bencana itu! September, 1999. Seorang ibu paruh baya datang ke kediaman ibuku yang sendirian sebatang kara hanya ditemani seorang pembantu, mbok nah. Ibu paruh baya tadi ternyata hendak menagih janji ibu untuk menjodohkan anaknya denganku. Cukup cantik dan pintar pula anaknya. Bahkan setiap laki-laki pasti menginginkannya. Sudah banyak yang melamarnya dan semuanya selalu ditolaknya karena ia tahu bahwa anak sahabatnya lah yang paling berhak untuk meminang anaknya. Maka saat itu juga malamnya ibu menelfonku. Dan dengan berat hati harus jujur mengatakan apa yang ada dibalik rahasia kehidupan seseorang. Terkadang suatu rahasia akan menjadi penglipur lara tapi suatu saat juga bisa menjadi malapetaka. Seperti yang terjadi malam ini. Datang bertubi-tubi kepada kehidupanku dan Fa’ida.
Maka aku harus memilih, sementara Fa’ida tak lain pasti selalu sendiko dawuh kepadaku. Ia akan selalu merestui apapun yang aku pilih. Masalahnya sekarang lain. Pilihan ini terlalu sulit, bahkan Fa’ida dan anaknya yang akan menjadi korban. Aku bisa saja poligami. Tapi sahabat ibu tak mau. Ia hanya ingin aku menikahi anaknya dan membangun keluarga yang hanya aku dan anaknya saja, tanpa ada wanita lain. Lalu bagaimana dengan Fa’ida.?
Dan inilah pilihan yang akirnya aku ambil. Fa’ida kutinggalkan. Ibu menginginkna Fa’ida tiggal bersamanya, namun ia lebih memilih sendiri. Karena kebersaamaan dengan
seorang mertua akan menambah goresan luka semakin dalam. Maka keputusannya ia tetap sendiri membesarkan buah hati yang masih dalam kandungannya.
******************************************************************************
Dua puluh satu tahun berlalu dan semenjak pilihan itu kuambil maka aku tak pernah bertemu lagi dengan Fa’ida. Bahkan sudah tak pernah berhubungan lagi dengannya. Sungguh suatu kesalahan besar. Aku baru tahu kabar tentangnya saat aku membaca CV para pelamar perusahaan ini. Dan kini aku tahu dimana ia tinggal dan aku berharap akan bisa menemukannya, kembali kepadanya lagi karena sekarang aku juga sendiri. Tak akan ada lagi sekat pembatas antara aku dan dia. Dan saat dalam wawancara tadi aku benar-benar ingin memeluknya. Anakku. Anak kandungku yang tak pernah aku mengurusinya dari ia di kandungan ibunya sampai sedewasa ini.
Sore itu kuberikan semua data-data pelamar yang masuk dan yang ditolak. Data Munfa’ida, belum aku kasih keputusan entah masuk atau tidak sehingga kolegaku heran dan menanyakan tentang pelamar yang ini. Aku bilang yang ini lain. Nanti aku kasih kabar secepatnya.
Pukul 5 sore aku pacu mobilku dengan kencang untuk menemui Fida dan ibunya. Sudah kugenggam erat kertas yang bertuliskan alamatnya. Degup jantung serta bahagia merasuki seluruh tubuhku. Namun rasa bersalah justru lebih berat untuk kupikul sendiri. Entah nanti Fa’ida masih mau menerimaku atau justru dia akan mengusirku dari rumahnya. Semua anggapan negatif harus aku tepis. Ini demi kebaikan dan aku harus terus maju. Rasa malu, bersalah dan mengewakan harus aku buang jauh-jauh dari perasaanku.
******************************************************************************
Nopember 1999
“Dek, mas bingung dan tak bisa menentukan pilihan. Kenapa Tuhan memberikan cobaan yang berat seperti ini.”
“Mas, jangan bimbang. Mari kita bersabar dan mas harus yakin dengan pilihan mas. Apapun yang akan menjadi pilihan mas aku menurut.”
“Tapi ini berat dek, kalau aku memilih ibu, aku akan meninggalkanmu. Sementara kalau aku tak memilihnya, aku akan menjadi anak paling durhaka.”
“Mas, yakin dan berserahlah kepada Tuhan. Apapun yang terjadi nanti biarlah Ia yang menentukan. Sekarang mas tentukanlah pilihan.”
“Menurut adek, mas harus bagaimana”
“Harus tetap memilih salah satu dan aku tak bisa membantu memilih karena hanya mas yang harus memilih.”
“Tapi resikonya akan berimbas kepada kamu juga dek.”
“Mas, insyaAllah yang terjadi adalah yang terbaik yang sudah digariskanNya.”
“Dek, mungkin mas memang harus kembali kepada ibu mas. Tapi mas mohon nanti kamu tinggaldengan ibu setelah mas menunaikan janji ibu. Maafkan mas, dek….”
“Mas, insyaAllah aku di sini akan baik-baik saja. Pergilah mas, Aku meridhai jalan ini. Ini adalah kuasaNya dan pasti akan ada yang terbaik terjadi di akhir cerita.
Aku teringat akan hari itu yang menghantuiku. Menunjukkan betapa aku telah melakukan kesalahan yang begitu besar. dosa yang sangat tak termaafkan. Bahkan syetan mungkin tak mengakuiku sebagai temannya karena kesalahan yang begitu dahsyat. Aku kembali bimbang di mobil ini. Tepat di depan rumah Fa’ida. Aku tak berani turun dari mobilku. Aku tetap diam. Diam dan diam.
Sampai maghrib menjelang aku masih terdiam di mobil ini dan tak berani turun. Aku takut untuk ketemu Fa’ida, apalagi ketemu dengan anakku. Aku tak kuat menanggung rasa malu yang begitu besar. Apa kata dunia ketika ada seorang laki-laki yang tak bertanggung jawab? Apa kata tetangganya nanti? Apa kata Fa’ida nanti? Apa kata anakku nanti? Barangkali cemoohanlah yang akan mereka sampaikan kepadaku. Dunia akan mengutukku jikalau aku sampai berani menemui Fa’ida dan anaknya. Seolah
kabut senja telah mengaburkan fikirku. Tak ada lagi yang bisa kulakukan. Maka aku hanya diam dan akirnya aku kembali menjalankan mobilku. Aku pulang. Aku memilih pulang dan tak menemui Fa’ida. Aku takut. Aku malu. Aku…. Aku…. Adalah seorang yang tak berperasaan. Aku harus memilih dan pilihan ini yang aku piklih. Aku seorang pengecut. Tuhan maafkan aku atas pilihan ini.
“Fa’ida, aku belum siap untuk menemuimu dan anakmu serta anakku. Maafkan aku.”
Dan pilihan itu, yang aku pilih ketika ada kesempatan bersatu dengan Fa’ida masih tetap menghantuiku karena sampai sekarang aku tak berani menemui Fa’ida. Sehingga suatu saat aku mendengar kabar anaknya menikah tanpa wali dariku, tapi dari sini aku selalu memberikan restuku untuknya. Semoga kamu bahagia nak. Dan semoga ini pilihan yang terbaik. Aku dalam kehidupanku. Ibumu dalam kehidupannya. Dan kamu juga telah menemukan kehidupanmu.
Di bawah gelapnya mendung siang hari berselendang udara tanpa terik. Semarang 16 Mei 2011
(2.24 p.m.)
cerpen ke dua_ jawaban istikharah Intan
Jawaban Istiqarah Intan
Pukul dua belas tengah malam lewat empat puluh menit belum bisa aku pejamkan mata ini, apalagi terbenam dalam mimpi-mimpi yang indah seperti yang setiap orang harapkan dalam istirahat-istirahat malam mereka, sehingga aku akan mampu untuk melupakan kenangan-kenangan itu. Kenangan masa lalu yang cukup membuatku senang tapi lebih membuatku marah dan larut dalam rasa sedih. kenangan ini pula yang akirnya membuatku harus hanyut dalam jebakan fikiran yang bahkan tak kuingin untuk megingatnya lagi. Malam ini kenangan-kenangan yang telah kukubur dalam di tempat yang sunyi itu perlahan hadir lagi setelah dia hadir lagi dalam sequen-sequen kehidupanku. Tadi sore ia menelfonku, hanya sekedar menanyakan kabar.
Dia hadir di saat yang tidak tepat. Bukan salahnya pula kalau dia hadir sekarang, karena yang salah adalah sebenarnya aku mengapa aku terlahir sebagai seorang perempuan yang tak setegar laki-laki dan selalu merasa lemah. Aku terlalu menaruh harapan kepadanya sehingga ketika ia akhirnya menyambut harapanku, selayaknya gayung yang bersambut, bahagia yang kurasa saat itu. Namun bukankah kehidupan itu dipenuhi dengan bahagia dan duka. Maka suatu saat aku juga akan mengalami duka akibat sesuatu yang sudah kupilih ini. Dan karena aku lebih mengunggulkan perasaan ketimbang logika yang tak seperti dia, maka ketika aku merasa tersakiti, akan sulit untuk menyembuhkannya.
Maka disaat ada ketakutan, kesedihan dan kegelisahan menyelimutiku, aku membutuhkan sekedar rasa aman yang bisa diberikan oleh orang-orang yang selalu mendukungku. Keluarga barangkali, atau juga para sahabat, teman maupun rekan kerja. Namun yang kuharapkan tidak selalu terjadi karena terkadang apa yang seseorang harapkan belum tentu Tuhan mengabulkan. Dan saat aku benar-benar sudah mulai jatuh dalam kegelisahan yang menjanjikan ketiadaakhiran ini, datang seseorang yang barang kali dia dikirim Tuhan kepadaku. Seorang laki-laki yang berusaha menghiburku. Mengangkat aku kembali dari keterpurukan dan kegelisahan ini.
“Mas Duncan! Aku harap kau benar-benar tulus dalam segala sikapmu.”
Fikirku dalam hati.
Tapi ada yang membuatku tak nyaman sekalipun ia bisa mengembalikanku ke ruang-ruang yang aku harapkan. Namun ia punya maksud lain. Disisi lain ia juga mengharapkan sesuatu dariku. Inilah yang akirnya membuatku berada dalam ruang ketidaknyamanan lagi. Aku tahu ia tidak salah, hanya saja waktu yang tidak tepat yang mempertemukanku dengannya. Dua orang dalam waktu yang sama hadir dalam kehidupanku dan membawaku ke ruang kegelisahan. Seorang hadir sebagai sahabat yang dulu pernah membuat luka di hatinya dan juga hatiku. Ingin kembali menyambung simpul persahabatan yang sempat putus. Sementara yang satu hadir dengan beribu janji yang terimplikasi lewat perilakunya kepadaku untuk membuat seorang sahabat merasa bahagia dalam mengarungi hidup. Mungkin sebagai teman, tapi ia berharap lebih sepertinya. Dan inilah yang membuatku begitu gelisah.
Kubuka chat di laptopku. Ada Mas Duncan disana mengirim pesan untukku.
Duncan: “Assalamu alaikum.... Halo dik...”
Intan: “w'alaikumsalam,
halo juga mas.”
Duncan: “apa kabar dik?
lagi dimana ?”
Intan: “kabar baik,, ini lagi di kamar kos.
lha kamu bagaimana mas?”
Duncan: “baik..... juga...
begadang?”
Intan: “hu'um
banyak pikiran”
Duncan: “sedang mikirin apa dik?”
Yuan: “pokoknya banyak sampai tak bisa disebutin satu per satu lah.
lha kamu kenapa belum tidur mas??”
Duncan: “sedang membuat inspirasi.... heheheh,
kalau lagi banyak pikiran jangan dipendam sendiri... dibagi-bagi ja.... biar bisa merasa plong ntar...”
Intan: “hu'um mas, tapi belum saatnya...
ini kenangan masa lalu muncul kembali kok.”
Duncan: “ow.....
Ada yang bilang kenangan masa lalu itu akan membuat seseorang akan lebih kuat dalam mengarungi kehidupan....”
Intan: “iya mas, tapi menurutku kenangan masa laluku sudah berakibat terburuk bagiku sampai-sampai aku tak mau mengenangnya lagi.”
Duncan: “jangan dikenang.... tapi dipelajari ja untuk bekal penguat saat jatuh di waktu yang kan datang, semoga tak kan pernah jatuh lagi....”
Intan: “amiiiin.....”
Duncan: “any way kenangan tentang cowok kah?”
Intan: “hahaha...”
Duncan: “kok cuma senyum.....”
Intan: “hu'um yang dulu waktu di tempat mas tak ceritain itu lhoo….”
Duncan: “terus sekarang keadaan dan kondisinya bagaimana...?”
Intan: “aku kan sama dia sudah hampir satu tahun tak pernah komunikasi lha tadi sore tiba-tiba dia telepon aku,, dan barusan dia pulang dari sini. Tadi dia maen kesini mas.
Aku memang seneng dia masih ingat aku tapi aku juga sebel banget mas…”
Duncan: “kok malah sebel..... kan dia masih ingat kamu dan mungkin pengen hubungan ini tetap terjaga (silaturahimnya)”
Intan: “ya aku tahu tapi kan jadi membuatku teringat masa lalu mas,,, aku memang masih berhubungan baik dengan keluarga dan teman-temannya tapi sengaja tak mau berhubungan dengannya
Tadi, dia malah yang menghubungiku duluan.”
duncan: “masa lalu yang diingat yang manis-manis ja....
yang pahit dilupain ja..
biar nggak jadi sebel..”
Intan: “kok gitu? Nanti kalau aku ingat-ingat yg manis ntar malah bisa jadi gawat gmn??”
Duncan: “nggak...., asal punya keyakinan nggak akan nyampai kesana.... (kembali ke hal2 yang bisa ngebuat gawat)”
Intan: “Itu masalahnya mas.. aku saja tak yakin karena sebenarnya aku masih sayang dia
hehehehe”
Duncan: “rasa sayangnya diubah ja... dulu kan rasa sayang sebagai."......." sekarang rasa sayang tetep ada tapi sebagai teman...”
Intan: “iya mas, tapi sulit karena dia tlah nyakitin aku
kalau rasa sayang jadi musuh saja bagaimana??”
Duncan: “wah.... jangan....., kita ubah cara pandangnya ja....”
Intan: “maksudnya?”
Duncan: “justru karena dia tlah nyakitin itu adalah sebagai pelajaran yang berharga yang bisa kita dapat.
kalau kita tak pernah merasa disakitin kita akan tumbuh tanpa bisa merasakan rasa sakit
sehingga kita akan sulit untuk ikut bisa merasakan rasa sakit orang lain..”
Intan: “waaah… benar juga ya….
Okey, bisa dicoba
tapi yang pasti sulit”
Duncan: “hu um akan terasa sulit, tapi aku yakin pasti bisa untuk dicoba. I am sure you can do it.
Hidup kedepan lebih baik untuk menambah teman, bukan berjalan untuk menamban permusuhan.... biar hidup jadi tenang... juga bahagia.”
Intan: “okey2...
bahas lain aja yuuukkkzz
nggak pulang?”
duncan: “setuju,,,,
mungkin 2 tahun lagi dek mas baru pulang...”
Ada sedikit ketakutan juga mengenai mas Duncan. Dia begitu baik, bahkan setiap perlakuannya kepadaku selalu merekah ketulusan darinya. Sebagai seorang sahabat yang selalu ingin membuat sahabatnya merasa bahagia. Mungkin Tuhan memang menganugerahkan kepadanya bakat untuk membuat orang-orang disekitarnya bahagia. Tapi aku tetap saja takut. Takut kalau suatu saat dia menginginkan sesuatu dariku. Karena kebaikan seorang laki-laki kepada perempuan biasanya mengandung suatu maksud tertentu. Tapi aku berharap dia tidak. Dia lain dari manusia normal lainnya. Aku berharap dia adalah malaikat yang selalu melakukan
tugas dari Tuhan untuk kebaikan di bumi tanpa adanya hasrat dan nafsu bagi pribadi mereka. Sehingga barangkali mas Duncan benar-benar tulus dalam perhatiannya kepadaku.
****************************************************************************
Taman kota, merupakan suatu tempat yang bisa menghadirkan rasa nyaman untuk orang-orang yang selalu sibuk dengan rutinitas ruangan. Melepas sejenak diri ke alam bebas adalah hal yang menarik. Inilah yang kulakukan setiap pagi untuk membuat diriku yakin mampu menghadapi kehidupanku. Selalu hadir mendampingiku mas Duncan di taman ini, sekalipun sebenarnya dia tak begitu berminat dengan taman dan segala keramaiannya karena ia lebih suka di tempat dimana ia bisa berteriak dengan bebas. Itulah makna kebebasan yang selalu dipegannya. Pantai. Pantai adalah tempatnya yang bisa membuatnya merasa bisa menyatu dengan alam. Begitu juga aku baru bisa merasakannya ketika kemarin ia membawaku kesana sekedar untuk melepas gundah gulana yang kurasa. Aku bisa menikmatinya dengan begitu bahagianya karena barangkali sudah lama aku tak merasakan situasi seperti ini. Mungkin di usiaku yang sudah hampir menginjak duapuluh empat ini baru sekali ini aku bisa merasakan kebebasan yang menghidupkan asaku serta mengembalikan semangat kehidupanku.
“Dik, mas minta maaf, besok mas akan ke luar negeri. Mungkin dalam waktu yang cukup lama. Dua tahun.”
“>>>>….>>>>>…..”
Aku tak sanggup untuk menanggapi ucapan-ucapan mas Duncan yang mengalir deras bagaikan air terjun Niagara di negara yang akan ditujunya. Begitu ringannya ia mengucapkannya walaupun sebenarnya ia mungkin sudah latihan selama mungkin.karena aku tahu mas termasuk orang yang perasa. Perpisahan baginya adalah sesuatu hal yang sangat berat, apalagi dia juga yang mengakibatkan perpisahan ini terjadi. Tapi mas lebih bisa percaya diri. Ia mampu mengendalikan dirinya dengan pasti dan selalu yakin dengan apa yang menjadi prinsip serta keputusannya. Ia seorang yang berani menagambil suatu pilihan sekalipun pilihan-pilhan itu selalu berakibat menyusahkannya. Tapi ia sadar dengan hal itu dan justru memilihnya karena ia yakin bisa berteman dengan akubat—akibat dari pilihannya. Inilah yang selalu membuatku
kembali tegar dengan pilihan yang aku pilih. Namun pilihan ini bukan aku yang memilih tapi mas Duncan. Ia yang memilih pergi. Ia yang memilih untuk meninggalkanku.
“Hati, apakah kau benar-benar jatuh hati?”
“Bukankah dulu kau bilang dia hadir disaat yang tak tepat, karena kau menganggap dia punya maksud lain. Tapi ternyata dia memang tulus. Sementara kamu justru yang mengharapkan lebih. Hati kamu terlalu naïf.”
Bulir-bulir bening menetes setetes demi setetes membasahi kedua pipiku. Terus menetes hingga aku tak kuasa lagi menahannya. Aku masih belum yakin apakah ini benar-benar nyata. Aku menangis. menangis untuk kali keduanya dengan benar-benar menangis.
*****************************************************************************
Malam semakin sunyi dengan angin bertiup semakin kencang dan rintik gerimis di atas dedaunan yang bergoyang semakin membuat suasana gelisah semakin menjadi-jadi. Gelisah diluar, alam yang sedang mengamuk dengan angin bertiup kencang, juga gelisah di dalam hati serta fikiranku. Aku gelisah akan fikirku ini. Dan kegelisahan ini semakin menjadi dengan kembalinya kak Dani. Ia kembali hadir di kehidupanku, ingin kembali kepadaku. Tuhan aku bingung sekarang. Kenapa orang yang kuharapkan pergi sementara kau mengirim seorang lagi yang pernah membuat luka di hatiku bahkan sampai sekarang belum juga kutemukan obat yang bisa menyembuhkannya dengan sempurna.
Pukul dua lewat lima belas menit aku masih juga belum bisa memejamkan mata ini. Aku beranjak ke kamar mandi. Cukup lama disana menikmati tetesan-testesan air dari kran yang begitu terus mengalir selalu ke bawah dan tak pernah menetes ke atas. Air selalu menetes ke bawah. Selalu. Sementara hati selalu bergerak ke arah yang tak bisa diperkira. Selalu bisa berubah dengan begitu cepatnya.
Kubasuh muka ini dengan air yang menetes tadi dan bisa kurasakan hawa sejuk yang bisa menenangkan. Bahkan hujan angin diluar tak bisa lagi membuat hatiku gelisah..
“Allahu Akbar”
“Tuhan dalam sujudku ini aku ingin mengadu kepadamu. Aku tersadar tak ada seorangpun yang bsa membuang kegelisahan dari hatiku. Bahkan seorang yang telah Engkau kirimkan, dia memang mampu menghilangkan kegelisahan ini namun hanya sejenak. Aku baru tersadar Tuhan, maafkan aku.”
Seminggu kemudian aku sudah harus berdiri dengan jalanku sendiri dan caraku sendiri. Ini adalah suatu pilihan dan akulah yang berhak serta harus melakukannya. Karena aku hidup di dunia ini juga merupakan suatu pilihan, maka aku sendiri yang harus menanggung atas apapun yang tlah kuputuskan dalam hidupku. Mas Duncan tlah pergi dan dalam kepergiannya ia lebih memilih untuk menghilang dari kehidupanku. Tak pernah lagi ia menghubungiku. Mungkin inilah yang dulu pernah ia katakan bahwa kekuatan terbesar dan yang paling kuat itu bukanlah darinya tapi sudah ada dengan sendirinya dalam diriku, hanya saja aku yang belum menyadarinya. Itu bukan karena aku seorang wanita, karena di berbagai banyak hal terkadang seorang wanita itu ternyata lebih kuat daripada laki-laki.
******************************************************************************
Mas Dani kembali bersamaku di malam ini. Ia begitu nyata tak hanya lewat telefon ynag berdering layaknya hanya suara yang kudengar seperti dua bulan lalu. Dia bahkan yang kini ada untukku sebagai bagian yang saling mengisi. Untuk kembali menjadikanku bagian darinya seperti yang dulu pernah sempat kita membuat janji. Sudah sebulan ini aku menjadi seorang yang paling bahagia dalam kehidupanku. Menjadi seorang istri bagi seorang suami yang baik. Inilah yang diajarkan kepadaku oleh kakekku saat aku masih berumur awal belasan dulu, bahwa nanti seorang laki-laki yang baik akan mendapatkan wanita yang baik dan begitulah juga seorang wanita yang baik akan mendapatkan laki-laki yang baik. Alam sudah dengan begitu baiknya mengatur pasangan-pasangan dalam ikatan rumah tangga.
“Mas, tadi aku dapat surat dari USA.”
“Dari mas Duncan dek?”
“Iya, tapi bukan dia yang mengirim melainkan teman satu kantornya di sana.”
“Semoga dia baik-baik saja dek di sana.”
“Iya mas, dia baik sekali bahkan sekarang sedang berada di tempat yang paling baik ketimbang kita dan semua manusia di sini.”
Perlahan butiran-butiran air mataku yang tak pernah menetes lagi semenjak kepergian mas Duncan kini kembali berjatuhan. Mas Duncan terima kasih atas semuanya dulu. Tuhan biarkanlah mas Duncan kembali kepadaMu. Terimalah semua kebaikannya. Aku yakin dia sekarang berada di tempat yang Engkau sediakan bagi hamba-hambaMu yang selalu menjaga kebaikan di bumiMu ini. Dan aku semakin yakin kalau inilah yang baru aku bisa menyadarinya bahwa kehidupan yang baik itu adalah jika dua orang bersatu dengan saling mengisi dan meridhai. Dan tak semua yang tampak baik olehku itu akan menjadi suatu yang baik. Dan Engkau sungguh Dzat yang membuat apapun slalu bisa terjadi. Aku baru menyadarinya andaikata aku dulu bersikeras untuk memilih menunggu mas Duncan, barangkali niatku untuk menyempurnakan agamaku tak kan pernah terlaksana sampai sekarang. Tuhan, terima kasih Kau tlah berikan Mas Dani kepadaku.
“ …. Dek Intan, ini adalah surat yang kutulis saat aku berjuang dengan suatu nikmat yang besar dari Tuhanku. Saat dimana kanker dalam otakku sudah semakin menjadi-jadi. Aku semakin merasa dekat denganNya. Semoga kamu selalu dalam lindunganNya dan berbahagia di sana…………..”
Sebuah penggalan surat mas Duncan yang dikirim seminggu yang lalu. Beralamat di New York atas nama Diego Morailes.
Dalam keheningan dinihari di bawah sorot lampu putih yang begitu terangnya. 26 April 2011 at 02.55 WIB.
Selasa, 19 April 2011
KONSEP CINTA
CINTA berarti aku mengetahui orang yang aku cintai. Menyadari begitu banyak aset pada dirinya, bukan cuma sisi baiknya tetapi juga keterbatasan, inkonsistensi, dan kelemahan-kelemahannya.
CINTA berarti aku peduli pada kesejahteraan orang yang aku cintai. Dalam ketulusanku, kepedulianku bukan untuk mengikat seperti barang yang kumiliki, Sebaliknya aku peduli pada pertumbuhan dan aku berharap semoga ia menjadi apapun yang ia inginkan, sekalipun aku harus merasakan ketidaknyamanan dalam menjalani waktu.
CINTA berarti memiliki rasa hormat terhadap harga diri orang yang aku cintai. Aku bisa melihatnya sebagai seseorang yang terpisah dariku, dengan nilai-nilainya, pikiran-pikirannya dan perasaan-perasaannya dan aku tidak memaksakan untuk menyerahkan identitasnya, menyesuaikannya pada citra yang aku harapkan.
CINTA berarti memiliki tanggung jawab terhadap orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku responsive terhadap kebutuhan-kebutuhannya sebagai satu pribadi. Tanggung jawab ini tidak mengikatku untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan sendiri. Ia hanyalah untuk menyandarkanku akan siapa aku dan apa yang aku lakukan untuknya, dengan begitulah aku kemudian langsung terlibat dalam kebahagiaan dan kesulitannya.
CINTA berarti tumbuh bagiku bersama orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku menjadi tumbuh karena cintaku. Ia menjadi stimulan bagiku guna memenuhi keinginanku mewujudkan diriku yang kuinginkan, demikian pula cintaku akan meningkatkan kesadaran pada dirinya. Masing-masing tumbuh karena kepedulian kita dan karena kita dipedulikan.
CINTA berarti membuat komitmen kepada orang yang aku cintai. Komitmen itu tidak berarti penyerahan diri secara total masing-masing pribadi, bukan pula berarti bahwa hubungan harus permanen. Komitmen ini mengandung keinginan untuk selalu bersama-sama di saat-saat sedih, saat-saat sulit, saat-saat melewati suatu perjuangan dan kepedihan, sebagaimana tetap bersama dalam ketenangan dan kebahagiaan.
CINTA berarti mungkin aku terluka bila aku membuka diri karena percaya padanya, aku mungkin akan mengalami kesedihan, penolakan, atau kehilangan. Karena ia tidak sempurna, ia mempunyai kapasitas untuk melukaiku, dan tidak ada jaminan dalam cinta.
CINTA berarti mempercayai orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku percaya ia akan menerima kepedulianku dan cintaku, serta keyakinan bahwa dia tidak akan melukaiku dengan sengaja. Aku percaya ia akan melihatku sebagai seseorang yang layak dicintai dan ia tidak akan mengabaikanku.
CINTA bisa mentolelir ketidaksempurnaan. Dalam sebuah hubungan cinta ada saat-saat bosan, saat ketika ingin rasanya aku menyerah saja, saat-saat sulit dimana aku nyaris tidak mampu bertahan, namun aku masih memiliki kemampuan untuk mengingat apa yang sama-sama pernah kami miliki di masa yang lalu dan bahwa aku bias membayangkan apa yang akan aku dapatkan di masa depan seandainya kami cukup berani menghadapi masalah-masalah kami dan memecahkannya bersama-sama.
CINTA itu memebebaskan. Cinta diberikan secara bebas tidak diserahkan karena permintaan.
CINTA itu meluas. Bila aku mencintainya, aku mendorongnya untuk membentuk dan mengembangkan hubungan-hubungan yang lain. Sekalipun hidup kami untuk satu sama lain, dan komitmen kami berdua menjadi inti dari apa yang kami lakukan, tetapi kami tidak secara total dan eksklusif terikat satu sama lain. Kami adalah pribadi-pribadi yang interdependen yang membutuhkan kehadiran yang lain untuk memenuhi takdir kami. Sekalipun demikian, kami juga individu yang terpisah. Kami harus berjuang atas nama kami sendiri.
CINTA berarti mengidentifikasikan diri dengan orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku bisa berempati padanya dan melihat dunia melalui matanya. Aku bisa mengidentifikasikan diri padanya karena aku bias melihat diriku di dalam dirinya dan dirinya di dalam diriku. Kedekatan ini tidak berarti sebuah kebersamaan yang terus menerus, karena jarak dan keterpisahansering kali esensial dalam hubungan percintaan. Jarak dapat memperkuat ikatan cinta dan ia akan membantu kami menemukan kembali diri kami sehingga kami bisa bertemu lagi dalam sebuah cara yang baru.
CINTA itu selfish. Aku hanya bisa mencintainya bila ia secara tulus mencintai, menilai, menghargai, dan menghormati diriku sendiri. Bila aku kosong, maka yang aku bisa berikan adalah kekosonganku.
CINTA yang matang adalah kesatuan dalam menjaga integritas tiap orang, individualitas masing-masing. Dalam cinta paradox ini terjadi: bahwa ketika dua manusia menjadi satu mereka tetaplah dua.
CINTA berarti aku peduli pada kesejahteraan orang yang aku cintai. Dalam ketulusanku, kepedulianku bukan untuk mengikat seperti barang yang kumiliki, Sebaliknya aku peduli pada pertumbuhan dan aku berharap semoga ia menjadi apapun yang ia inginkan, sekalipun aku harus merasakan ketidaknyamanan dalam menjalani waktu.
CINTA berarti memiliki rasa hormat terhadap harga diri orang yang aku cintai. Aku bisa melihatnya sebagai seseorang yang terpisah dariku, dengan nilai-nilainya, pikiran-pikirannya dan perasaan-perasaannya dan aku tidak memaksakan untuk menyerahkan identitasnya, menyesuaikannya pada citra yang aku harapkan.
CINTA berarti memiliki tanggung jawab terhadap orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku responsive terhadap kebutuhan-kebutuhannya sebagai satu pribadi. Tanggung jawab ini tidak mengikatku untuk melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan sendiri. Ia hanyalah untuk menyandarkanku akan siapa aku dan apa yang aku lakukan untuknya, dengan begitulah aku kemudian langsung terlibat dalam kebahagiaan dan kesulitannya.
CINTA berarti tumbuh bagiku bersama orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku menjadi tumbuh karena cintaku. Ia menjadi stimulan bagiku guna memenuhi keinginanku mewujudkan diriku yang kuinginkan, demikian pula cintaku akan meningkatkan kesadaran pada dirinya. Masing-masing tumbuh karena kepedulian kita dan karena kita dipedulikan.
CINTA berarti membuat komitmen kepada orang yang aku cintai. Komitmen itu tidak berarti penyerahan diri secara total masing-masing pribadi, bukan pula berarti bahwa hubungan harus permanen. Komitmen ini mengandung keinginan untuk selalu bersama-sama di saat-saat sedih, saat-saat sulit, saat-saat melewati suatu perjuangan dan kepedihan, sebagaimana tetap bersama dalam ketenangan dan kebahagiaan.
CINTA berarti mungkin aku terluka bila aku membuka diri karena percaya padanya, aku mungkin akan mengalami kesedihan, penolakan, atau kehilangan. Karena ia tidak sempurna, ia mempunyai kapasitas untuk melukaiku, dan tidak ada jaminan dalam cinta.
CINTA berarti mempercayai orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku percaya ia akan menerima kepedulianku dan cintaku, serta keyakinan bahwa dia tidak akan melukaiku dengan sengaja. Aku percaya ia akan melihatku sebagai seseorang yang layak dicintai dan ia tidak akan mengabaikanku.
CINTA bisa mentolelir ketidaksempurnaan. Dalam sebuah hubungan cinta ada saat-saat bosan, saat ketika ingin rasanya aku menyerah saja, saat-saat sulit dimana aku nyaris tidak mampu bertahan, namun aku masih memiliki kemampuan untuk mengingat apa yang sama-sama pernah kami miliki di masa yang lalu dan bahwa aku bias membayangkan apa yang akan aku dapatkan di masa depan seandainya kami cukup berani menghadapi masalah-masalah kami dan memecahkannya bersama-sama.
CINTA itu memebebaskan. Cinta diberikan secara bebas tidak diserahkan karena permintaan.
CINTA itu meluas. Bila aku mencintainya, aku mendorongnya untuk membentuk dan mengembangkan hubungan-hubungan yang lain. Sekalipun hidup kami untuk satu sama lain, dan komitmen kami berdua menjadi inti dari apa yang kami lakukan, tetapi kami tidak secara total dan eksklusif terikat satu sama lain. Kami adalah pribadi-pribadi yang interdependen yang membutuhkan kehadiran yang lain untuk memenuhi takdir kami. Sekalipun demikian, kami juga individu yang terpisah. Kami harus berjuang atas nama kami sendiri.
CINTA berarti mengidentifikasikan diri dengan orang yang aku cintai. Bila aku mencintainya, aku bisa berempati padanya dan melihat dunia melalui matanya. Aku bisa mengidentifikasikan diri padanya karena aku bias melihat diriku di dalam dirinya dan dirinya di dalam diriku. Kedekatan ini tidak berarti sebuah kebersamaan yang terus menerus, karena jarak dan keterpisahansering kali esensial dalam hubungan percintaan. Jarak dapat memperkuat ikatan cinta dan ia akan membantu kami menemukan kembali diri kami sehingga kami bisa bertemu lagi dalam sebuah cara yang baru.
CINTA itu selfish. Aku hanya bisa mencintainya bila ia secara tulus mencintai, menilai, menghargai, dan menghormati diriku sendiri. Bila aku kosong, maka yang aku bisa berikan adalah kekosonganku.
CINTA yang matang adalah kesatuan dalam menjaga integritas tiap orang, individualitas masing-masing. Dalam cinta paradox ini terjadi: bahwa ketika dua manusia menjadi satu mereka tetaplah dua.
CERPEN PERTAMAKU
Dunia Ketidakpastian Kau dan Aku
Aku tak tahu apa yang sedang kau lakukan di malam yang terlanjur hujan sudah mereda
ini. Kukirimkan sebait kalimat untukmu. Kaupun membalasnya dengan segera dan kau bilang
sedang mendengarkan lagu-lagu yang kau sukai, yang sebenarmya adalah lagu yang kusuka juga.
Kau bilang kau sedang menulis sesuatu, sedangkan aku tak tahu apa yang sedang kau tulis
karena saat aku sudah membalas sms yang ketiga dan sudah kukirim kepadamu, justru kau tak
membalasnya lagi. Kau raib. Menghilang di saat sebenarnya aku ingin kau hadir malam ini untuk
menemani kesendirianku. Sedang apakah dirimu? Aku yakin kamu belum terlelap oleh dewa
mimpi yang membawamu kedalam mimpi di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga bewarna
warni serta dihinggapi berbagai macam kupu-kupu yang setiap orang ingin menangkapnya.
Kau sedang duduk sendirian di taman itu sedang menunggu seseorang tanpa kepastian
namun hanya keyakinan akan ada yang datang. Dan saat kau berbalik dari arahmu yang semula,
tiba-tiba datang seorang pangeran yang menaiki seekor kuda putih dengan segenggam mawar
merah muda dalam balutan plastik kertas bewarna biru, warna yang paling kau suka. Pangeran
tadi datang kepadamu dan mengajakmu naik di atas pelana kudanya yang bewarna putih bersih
nan suci. Dan saat pangeran tadi membawamu menyusuri sungai yang alirannya tak begitu deras
karena musim hujan sudah tak lagi hadir menemani, tiba-tiba kau terbangun dan kau temukan
dirimu sedang duduk termenung dalam lamunan dengan perhatianmu kembali kepada HP yang
sedari tadi masih kau genggam dalam tangan kirimu, bukan mawar merah pemberian kekasih
yang kau tunggu tak kunjung tanpa kepastian.
Aku tulis beberapa bait lagi dalam layar ini, tapi kuurungkan untuk mengirimkannya
kepadamu karena aku tahu kau sedang tak ingin membacanya, sekalipun sebenarnya kamu ingin
dan sedang menantikannya. Barangkali moment yang belum pas. Karena kau sedang menunggu
dan orang yang sedang kau tunggu ternyata juga sedang menunggumu dalam kepastiaannya.
Namun kepastiaannya tak sama dengan kepastian yang kau harapkan sehingga kau
menginginkan sebuah kejelasan darinya. Namun dia tak kunjung menerima sinyal-sinyal yang
telah kau sampaikan lewat aliran udara bebas, lewat air embun di pagi buta serta lewat tanah
yang selalu kau injak saat kau masih kecil. Tapi memang begitulah aku adanya. Aku tetap akan menunggumu sekalipun aku tak bisa
memberi sebuah kepastian karena di dunia ini tak ada yang pasti sebelum benar-benar terjadi.
Semuanya tampak abstrak dan hanya hidup dalam kira-kira. Hidup dalam ketidakmenentuan.
Hanya kemungkinan yang masih bisa dipegang dan dipertahankan. Dan aku lebih memilih
kemungkinan yang bagimu seperti air yang digodog dalam periuk tanpa api yang menyala.
Hanya tungku yang diam saja. Seperti itulah aku percaya bahwa air yang digodog tadi pasti akan
masak tapi masih menunggu lama karena api belum juga menyala disana. Barangkali api itu
adalah kamu sementara tungku itulah aku yang sedang menunggumu, sementara air yang akan
dimasak itulah cinta yang sedang aku dan kau akan semai bersama suatu saat. Tinggal menunggu
waktu kapan Tuhan akan menjawab doaku serta doamu.
Pagi ini langit tak secerah biasanya. Padahal ini sudah terhitung bulan menginjak musim
dimana mentari akan bersinar terik membakar apa yang ada di bumi. Tapi tampaknya mentari
begitu hafal kapan dia harus muncul dan kapan dia harus bersembunyi dibalik tirai hitam, bukan
tirai kuning yang selalu kau gunakan untuk bersembunyi dalam penantian di malam-malam sepi
menunggu seseorang untuk membukanya. Salah satunya adalah aku yang kau harapkan untuk
membukanya lalu membawamu ke alam ketidaksadaran, membuatmu linglung dan lupa akan
segalanya.
Pagi ini, karena langit sedang bersedih maka mentari lebih pragmatig dan tahu diri
membiarkan langit untuk menikmati kesedihannya dan tak mau mengganggunya. Sesekali angin
lumayan kencang bertiup membantu sesenggukan langit biar ia benar-benar tampak sedang
bersedih. Lalu rintik air matanya turun dengan perlahan tapi penuh kepastian. Ya, penuh
kepastian karena ketika ia sedih maka ia akan mengeluarkan air matanya lewat mega-mega hitam
yang menggelantung di mukanya. Ini beda dengan dirimu di pagi ini. Kau tetap seperti biasa.
Sudah tak serapuh dulu kala. Kau sudah menemukan resep untuk mengarungi perjalanan
kehidupan yang tak menentu dengan penuh keyakinan. Padahal dulu kau sangat rapuh dan selalu
jatuh.
Ya, benar! kekuatan itu pastilah akan datang serta membuatmu lebih bisa tegar dalam
dunia ini. Namun sepertinya resep itu tak mau bekerja di pagi ini. Kau coba untuk menenangkan
diri dengan lamunan sambil mendengarkan lagu-lagu yang aku dan kau suka. Lagu-lagu yang
menjadi kenangan bagi kita dan seakan de javu akan berulang untuk kesekian kalinya walaupun hanya dalam lamunan. Kau tetap terdiam, katamu sambil mengirim lagi pesan yang segera
membangunkanku dari lamunanku tentang kenangan itu.
“Pak Zu….”
Sebuah pesan singkat yang menunjukkan kegalauanmu.
“Iya Yut, ……”
Dan segera pesan-pesan lain berulang-ulang aku kirim dan kau terima. Kau juga
membalas berbait-bait pesan itu hingga di pesan terakir kau kirim pesan yang tak bisa aku
menjawabnya. Aku jawab tapi tak seperti yang kau harapkan karena aku lebih memilih
melakukan ketidakpastian dalam suatu kemungkinan dengan keyakinanku. Sementara kamu
lebih memilih dalam keyakinanmu sebuah kepastian yang benar-benar jelas dan nyata. Mengapa
di dalam hal yang paling penting ini kau dan aku justru mengalami perbedaan?
*****************************************************************************
Hari kelima setelah perpisahan kita, terasa begitu membuatku terpuruk. Tak ada satupun
karya yang selesai kukerjakan. Aku tak tahu kabar tentangmu lagi. Kau kembali raib. Maka pagi
itu juga aku pacu jantungku untuk menyusulmu ke rumahmu. Barangkali kau sudah berada di
rumah. Karena yang bisa kembali mengobati kegalauamu hanyalah ibu. Seorang ibu lebih
memahami seorang anaknya ketimbang seorang kekasih sekalipun. Karena ikatan batin ibu dan
anak lebih kuat, lebih pasti
Kucari seharian penuh dimana rumahmu dan hingga jam 21.00 aku tak juga
menemukannya. Aku tersesat di kota ini. Kota yang begitu asing bagiku karena ini kali
pertamanya aku berada di sini. Putus asa sudah diriku yang begitu tak dapat menguasai fikirku
dan perasaanku. Aku lebih dikendalikan oleh luapan emosi yang terus menyala dikipasi oleh
syetan-syetan yang beberapa hari ini dengan rela dan senang hati menemaniku. Di alun-alun ini
aku menemukan tempat kembali. Masjid! Ya, masjid yang berdiri dengan kokohnya dengan
kubah besar bulat. Di sanalah tempat untuk kembali dalam kepastian.
Di dalamnya sepi, tak satupun kulihat manusia yang mau menyinggahi tempat yang suci
ini di malam ini. Tempat ini justru sepi melenggang. Namun di sisi kiri sebelah pojok depan tampak olehku sesosok dalam balutan mukena biru. Kembali membuatku terbawa dalam de javu
dua bulan lalu saat kau dan aku masih bersama. Kau kenakan mukena biru saat kau dan aku
kembali kepadanya. Menghadap Sang Khalik dan menjadikan hatiku serta hatimu tak pernah
gundah lagi. Barang kali kegundahanku selama ini karena aku terasa sepeti menjauhiNya.
Padahal dulu kau dan aku selalu meyakini kalau Dia selalu dekat dengan diri kita.
Malam ini, di kota yang asing bagiku aku menemukan tempat yang begitu sangat aku
kenali. Tempat untuk menghilangkan kegundahan dan kembali dalam keyakinan menapaki
samudera kehidupan. Dalam sujudku menetes berpuluh butiran bening, tak dapat kutahan.
Barangkali hanya kau, dan beberapa sahabat saja yang hafal kapan butiran bening pasti menetes
dari kedua bola mataku. Tapi kau tak pernah bilang itu cengeng. Ya, aku cengeng ketika
dihadapan Tuhanku. Dalam sujud terakirku kudengarkan de javu lantunan suaramu yang begitu
merdu melantunkan ayat-ayatNya.
“Fa bi Aiyi ala’i Rabbikuma tukazziban…”
“Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan.”
Ayat yang mengembalikanku kepada kenyataan dan keyakinan bahwa semua pasti akan
kembali kepadaNya. Namun sebelum tiba waktu itu, setiap manusia memiliki sebuah tugas di
dunia ini yang harus diselesaikan. Tugas akan adanya dia. Dan tugas itu akan terejawantah dan
terintegralkan dalam turunan-turunan yang semakin banyak. Lantas salah satu tugas itu adalah
mensyukuri nikmat Tuhan. Kenapa bersyukur? Karena dengan bersyukur seseorang akan
terbawa dalam kesadaran dimana dia sedang berada dan apa yang mesti dilakukannya.
Malam yang sunyi ini mengantarkanku kepada jawaban-jawaban yang selama ini kucari.
Kembali, ya! kembali adalah yang selama ini kurisaukan dan kucari-cari. Kembali kepada diriku
sendiri dan memahami siapa sebenarnya aku. Kembali lagi kudengar lantunan ayat itu.
Kali ini semakin dekat dan semakin keras dengan beberapa orang yang mengucapkannya.
“Fa bi Aiyi ala’i Rabbikuma tukazziban…”
“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan..” Tuhan aku merasa tak pernah untuk mendustakan nikmat yang telah Kau beri. Aku selalu
mencoba untuk bisa bersyukur kepadaMu. Namun malam ini, hari ini tepatnya aku linglung,
bimbang dengan yang kurasa.
*****************************************************************************
Di balik tirai kuning itu kau masih menunggu dengan penuh harapan. Kini tirai kuning itu
telah tersibak olehku. Tangan kananku menyentuhnya, tapi……, disana tak kutemukan jua
dirimu yang menanti karena kau telah memilih untuk yang pasti. Kau lebih memilih untuk pergi.
Karena aku terlambat barangkali. Kau telah memilih untuk menjauh dariku. Tapi aku yakin di
fikirmu akan tetap terpatri dengan kokoh diriku di sana. Sebuah kemunginan dan kepastian.
Lantas kau sekarang sedang dimana? Di tirai yang mana? Dapatkah aku menemukanmu?
Bahkan aku baru sadar kalau tirai yang kau maksud itu bukanlah sebenarnya tirai. Itu adalah
fatamorgana seperti yang ada di gurun pasir. Saat itu istri Baginda Nabi Ibrahim ingin mencari
air untuk minum anaknya, Ismail. Ia berlari kesana kemari seakan air itu begitu dekat dengannya.
Dia melihat genangan demi genangan yang dapat menghapus rasa dahaganya dan dahaga
bayinya. Namun sepanjang ia berlari yang diketemukannya hanyalah pasir-pasir gurun yang
terbaur dengan angin saat angin bertiup dengan begitu angkuhnya.
Tapi tiba-tiba air dalam fatamorgana itu sangat dekat. Dibawah kaki sang bayi. Mengucur
begitu derasnya hingga mampu untuk menghapus dahaga sebanyak manusia yang
menginginkannya. Dan saat itu aku tersadar kalau tirai itu memang dekat denganku. Tak hanya
denganku tapi dengan semua makluk. Tirai itu adalah sang surya yang tiap hari memanggang
para kuli-kuli yang bekerja. Aku baru menangkap sasmitha darimu kalau yang kamu maksud
adalah sinar surya yang membakar. Kau butuh seseorang yang akan melindungimu dari
sengatannya. Maka aku kan datang untuk menyibaknya. Menyibak tirai itu dan menjadikanmu
merasa nyaman terlindungi darinya.
Aku akan terus mencari sampai tirai yang sedang menyembunyikanmu kutemukan. Aku
yakin sekarang kalau kamu masih tetap menungguku entah dimana. Karena sang mentari terus
bersinar melingkupi seluruh daratan serta lautan di bumi ini. Selama bumi ini masih merasakan
sinar kasihnya berarti kau masih tetap ada untukku. Ya, sekarang aku begitu yakin serta merasa
dekat denganmu. Tak hanya denganmu tapi juga dengan Tuhanku. Kembali lagi ayat itu yang kudengar dan kini aku tersadar aku sedang berada di dalam
masjid. Tapi bukan masjid yang tadi. Kini aku berada di sebuah rumah tepatnya. Sayup-sayup
kubuka kedua mataku yang kelelahan dan kupandangi wajahmu hadir di depanku. Aku kembali
bermimpi lagi.
“Pak zu…. Sudah bangun…?”
Tapi ini benar-benar suaramu. Aku tidak bermimpi. Ya aku sedang bersamamu. Aku baru
tersadar kalau sedari tadi aku sedang tidur di kamar yang biasa kau tidur di sana. Siang ini aku
mengigau lagi untuk yang entah ke berapa. Kau tetap setia untuk menungguiku dan merawatku.
Aku mengigau seakan takut karena aku tak kan menemukanmu lagi. Takut akan ada tirai-tirai
penghalang lagi yang akan menghalangi keyakinanku dan keyakinanmu. Mengembalikan ke
dalam ruang ketidak pastian.
Aku sadar sekarang aku masih nyata di sini dalam dekapan perawatanmu. Aku sakit. Aku
demam. Tapi rasa sakit ini hanya seperti saat kau merasakan minum obat saja. Tak begitu terasa.
Justru aku sedang sakit fikir. Sedang kelelahan.
“Iyut…., jam berapa?”
“Jam 2 pak…., kamu belum sholat dhuhur…, ayo bangun kita jamaah.”
Dan inilah sasmitha itu. Kembali menghadapMu Tuhan. Disaat aku sedang tak punya
pegangan Engkau menghadirkan kekuatan lewat dia yang selalu ada untukku. Disaat aku dalam
kebimbangan Engkau dekatkan dia padaku untuk mencapai ridhaMu. Aku kembali dalam
ketidakpastian ini menghadapMu bersama dengannya. Kita berdua akan kembali kepadaMu.
“Allahu akbar.”
Semarang, 22 maret 2011. 10.23 A.M
(dalam sebuah ketidakpastian di bawah atap yang sedang terombang-ambing)
untuk yang sedang ditunggu tanpa sebuah kejelasan.
Aku tak tahu apa yang sedang kau lakukan di malam yang terlanjur hujan sudah mereda
ini. Kukirimkan sebait kalimat untukmu. Kaupun membalasnya dengan segera dan kau bilang
sedang mendengarkan lagu-lagu yang kau sukai, yang sebenarmya adalah lagu yang kusuka juga.
Kau bilang kau sedang menulis sesuatu, sedangkan aku tak tahu apa yang sedang kau tulis
karena saat aku sudah membalas sms yang ketiga dan sudah kukirim kepadamu, justru kau tak
membalasnya lagi. Kau raib. Menghilang di saat sebenarnya aku ingin kau hadir malam ini untuk
menemani kesendirianku. Sedang apakah dirimu? Aku yakin kamu belum terlelap oleh dewa
mimpi yang membawamu kedalam mimpi di sebuah taman yang dipenuhi bunga-bunga bewarna
warni serta dihinggapi berbagai macam kupu-kupu yang setiap orang ingin menangkapnya.
Kau sedang duduk sendirian di taman itu sedang menunggu seseorang tanpa kepastian
namun hanya keyakinan akan ada yang datang. Dan saat kau berbalik dari arahmu yang semula,
tiba-tiba datang seorang pangeran yang menaiki seekor kuda putih dengan segenggam mawar
merah muda dalam balutan plastik kertas bewarna biru, warna yang paling kau suka. Pangeran
tadi datang kepadamu dan mengajakmu naik di atas pelana kudanya yang bewarna putih bersih
nan suci. Dan saat pangeran tadi membawamu menyusuri sungai yang alirannya tak begitu deras
karena musim hujan sudah tak lagi hadir menemani, tiba-tiba kau terbangun dan kau temukan
dirimu sedang duduk termenung dalam lamunan dengan perhatianmu kembali kepada HP yang
sedari tadi masih kau genggam dalam tangan kirimu, bukan mawar merah pemberian kekasih
yang kau tunggu tak kunjung tanpa kepastian.
Aku tulis beberapa bait lagi dalam layar ini, tapi kuurungkan untuk mengirimkannya
kepadamu karena aku tahu kau sedang tak ingin membacanya, sekalipun sebenarnya kamu ingin
dan sedang menantikannya. Barangkali moment yang belum pas. Karena kau sedang menunggu
dan orang yang sedang kau tunggu ternyata juga sedang menunggumu dalam kepastiaannya.
Namun kepastiaannya tak sama dengan kepastian yang kau harapkan sehingga kau
menginginkan sebuah kejelasan darinya. Namun dia tak kunjung menerima sinyal-sinyal yang
telah kau sampaikan lewat aliran udara bebas, lewat air embun di pagi buta serta lewat tanah
yang selalu kau injak saat kau masih kecil. Tapi memang begitulah aku adanya. Aku tetap akan menunggumu sekalipun aku tak bisa
memberi sebuah kepastian karena di dunia ini tak ada yang pasti sebelum benar-benar terjadi.
Semuanya tampak abstrak dan hanya hidup dalam kira-kira. Hidup dalam ketidakmenentuan.
Hanya kemungkinan yang masih bisa dipegang dan dipertahankan. Dan aku lebih memilih
kemungkinan yang bagimu seperti air yang digodog dalam periuk tanpa api yang menyala.
Hanya tungku yang diam saja. Seperti itulah aku percaya bahwa air yang digodog tadi pasti akan
masak tapi masih menunggu lama karena api belum juga menyala disana. Barangkali api itu
adalah kamu sementara tungku itulah aku yang sedang menunggumu, sementara air yang akan
dimasak itulah cinta yang sedang aku dan kau akan semai bersama suatu saat. Tinggal menunggu
waktu kapan Tuhan akan menjawab doaku serta doamu.
Pagi ini langit tak secerah biasanya. Padahal ini sudah terhitung bulan menginjak musim
dimana mentari akan bersinar terik membakar apa yang ada di bumi. Tapi tampaknya mentari
begitu hafal kapan dia harus muncul dan kapan dia harus bersembunyi dibalik tirai hitam, bukan
tirai kuning yang selalu kau gunakan untuk bersembunyi dalam penantian di malam-malam sepi
menunggu seseorang untuk membukanya. Salah satunya adalah aku yang kau harapkan untuk
membukanya lalu membawamu ke alam ketidaksadaran, membuatmu linglung dan lupa akan
segalanya.
Pagi ini, karena langit sedang bersedih maka mentari lebih pragmatig dan tahu diri
membiarkan langit untuk menikmati kesedihannya dan tak mau mengganggunya. Sesekali angin
lumayan kencang bertiup membantu sesenggukan langit biar ia benar-benar tampak sedang
bersedih. Lalu rintik air matanya turun dengan perlahan tapi penuh kepastian. Ya, penuh
kepastian karena ketika ia sedih maka ia akan mengeluarkan air matanya lewat mega-mega hitam
yang menggelantung di mukanya. Ini beda dengan dirimu di pagi ini. Kau tetap seperti biasa.
Sudah tak serapuh dulu kala. Kau sudah menemukan resep untuk mengarungi perjalanan
kehidupan yang tak menentu dengan penuh keyakinan. Padahal dulu kau sangat rapuh dan selalu
jatuh.
Ya, benar! kekuatan itu pastilah akan datang serta membuatmu lebih bisa tegar dalam
dunia ini. Namun sepertinya resep itu tak mau bekerja di pagi ini. Kau coba untuk menenangkan
diri dengan lamunan sambil mendengarkan lagu-lagu yang aku dan kau suka. Lagu-lagu yang
menjadi kenangan bagi kita dan seakan de javu akan berulang untuk kesekian kalinya walaupun hanya dalam lamunan. Kau tetap terdiam, katamu sambil mengirim lagi pesan yang segera
membangunkanku dari lamunanku tentang kenangan itu.
“Pak Zu….”
Sebuah pesan singkat yang menunjukkan kegalauanmu.
“Iya Yut, ……”
Dan segera pesan-pesan lain berulang-ulang aku kirim dan kau terima. Kau juga
membalas berbait-bait pesan itu hingga di pesan terakir kau kirim pesan yang tak bisa aku
menjawabnya. Aku jawab tapi tak seperti yang kau harapkan karena aku lebih memilih
melakukan ketidakpastian dalam suatu kemungkinan dengan keyakinanku. Sementara kamu
lebih memilih dalam keyakinanmu sebuah kepastian yang benar-benar jelas dan nyata. Mengapa
di dalam hal yang paling penting ini kau dan aku justru mengalami perbedaan?
*****************************************************************************
Hari kelima setelah perpisahan kita, terasa begitu membuatku terpuruk. Tak ada satupun
karya yang selesai kukerjakan. Aku tak tahu kabar tentangmu lagi. Kau kembali raib. Maka pagi
itu juga aku pacu jantungku untuk menyusulmu ke rumahmu. Barangkali kau sudah berada di
rumah. Karena yang bisa kembali mengobati kegalauamu hanyalah ibu. Seorang ibu lebih
memahami seorang anaknya ketimbang seorang kekasih sekalipun. Karena ikatan batin ibu dan
anak lebih kuat, lebih pasti
Kucari seharian penuh dimana rumahmu dan hingga jam 21.00 aku tak juga
menemukannya. Aku tersesat di kota ini. Kota yang begitu asing bagiku karena ini kali
pertamanya aku berada di sini. Putus asa sudah diriku yang begitu tak dapat menguasai fikirku
dan perasaanku. Aku lebih dikendalikan oleh luapan emosi yang terus menyala dikipasi oleh
syetan-syetan yang beberapa hari ini dengan rela dan senang hati menemaniku. Di alun-alun ini
aku menemukan tempat kembali. Masjid! Ya, masjid yang berdiri dengan kokohnya dengan
kubah besar bulat. Di sanalah tempat untuk kembali dalam kepastian.
Di dalamnya sepi, tak satupun kulihat manusia yang mau menyinggahi tempat yang suci
ini di malam ini. Tempat ini justru sepi melenggang. Namun di sisi kiri sebelah pojok depan tampak olehku sesosok dalam balutan mukena biru. Kembali membuatku terbawa dalam de javu
dua bulan lalu saat kau dan aku masih bersama. Kau kenakan mukena biru saat kau dan aku
kembali kepadanya. Menghadap Sang Khalik dan menjadikan hatiku serta hatimu tak pernah
gundah lagi. Barang kali kegundahanku selama ini karena aku terasa sepeti menjauhiNya.
Padahal dulu kau dan aku selalu meyakini kalau Dia selalu dekat dengan diri kita.
Malam ini, di kota yang asing bagiku aku menemukan tempat yang begitu sangat aku
kenali. Tempat untuk menghilangkan kegundahan dan kembali dalam keyakinan menapaki
samudera kehidupan. Dalam sujudku menetes berpuluh butiran bening, tak dapat kutahan.
Barangkali hanya kau, dan beberapa sahabat saja yang hafal kapan butiran bening pasti menetes
dari kedua bola mataku. Tapi kau tak pernah bilang itu cengeng. Ya, aku cengeng ketika
dihadapan Tuhanku. Dalam sujud terakirku kudengarkan de javu lantunan suaramu yang begitu
merdu melantunkan ayat-ayatNya.
“Fa bi Aiyi ala’i Rabbikuma tukazziban…”
“Nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan.”
Ayat yang mengembalikanku kepada kenyataan dan keyakinan bahwa semua pasti akan
kembali kepadaNya. Namun sebelum tiba waktu itu, setiap manusia memiliki sebuah tugas di
dunia ini yang harus diselesaikan. Tugas akan adanya dia. Dan tugas itu akan terejawantah dan
terintegralkan dalam turunan-turunan yang semakin banyak. Lantas salah satu tugas itu adalah
mensyukuri nikmat Tuhan. Kenapa bersyukur? Karena dengan bersyukur seseorang akan
terbawa dalam kesadaran dimana dia sedang berada dan apa yang mesti dilakukannya.
Malam yang sunyi ini mengantarkanku kepada jawaban-jawaban yang selama ini kucari.
Kembali, ya! kembali adalah yang selama ini kurisaukan dan kucari-cari. Kembali kepada diriku
sendiri dan memahami siapa sebenarnya aku. Kembali lagi kudengar lantunan ayat itu.
Kali ini semakin dekat dan semakin keras dengan beberapa orang yang mengucapkannya.
“Fa bi Aiyi ala’i Rabbikuma tukazziban…”
“Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan..” Tuhan aku merasa tak pernah untuk mendustakan nikmat yang telah Kau beri. Aku selalu
mencoba untuk bisa bersyukur kepadaMu. Namun malam ini, hari ini tepatnya aku linglung,
bimbang dengan yang kurasa.
*****************************************************************************
Di balik tirai kuning itu kau masih menunggu dengan penuh harapan. Kini tirai kuning itu
telah tersibak olehku. Tangan kananku menyentuhnya, tapi……, disana tak kutemukan jua
dirimu yang menanti karena kau telah memilih untuk yang pasti. Kau lebih memilih untuk pergi.
Karena aku terlambat barangkali. Kau telah memilih untuk menjauh dariku. Tapi aku yakin di
fikirmu akan tetap terpatri dengan kokoh diriku di sana. Sebuah kemunginan dan kepastian.
Lantas kau sekarang sedang dimana? Di tirai yang mana? Dapatkah aku menemukanmu?
Bahkan aku baru sadar kalau tirai yang kau maksud itu bukanlah sebenarnya tirai. Itu adalah
fatamorgana seperti yang ada di gurun pasir. Saat itu istri Baginda Nabi Ibrahim ingin mencari
air untuk minum anaknya, Ismail. Ia berlari kesana kemari seakan air itu begitu dekat dengannya.
Dia melihat genangan demi genangan yang dapat menghapus rasa dahaganya dan dahaga
bayinya. Namun sepanjang ia berlari yang diketemukannya hanyalah pasir-pasir gurun yang
terbaur dengan angin saat angin bertiup dengan begitu angkuhnya.
Tapi tiba-tiba air dalam fatamorgana itu sangat dekat. Dibawah kaki sang bayi. Mengucur
begitu derasnya hingga mampu untuk menghapus dahaga sebanyak manusia yang
menginginkannya. Dan saat itu aku tersadar kalau tirai itu memang dekat denganku. Tak hanya
denganku tapi dengan semua makluk. Tirai itu adalah sang surya yang tiap hari memanggang
para kuli-kuli yang bekerja. Aku baru menangkap sasmitha darimu kalau yang kamu maksud
adalah sinar surya yang membakar. Kau butuh seseorang yang akan melindungimu dari
sengatannya. Maka aku kan datang untuk menyibaknya. Menyibak tirai itu dan menjadikanmu
merasa nyaman terlindungi darinya.
Aku akan terus mencari sampai tirai yang sedang menyembunyikanmu kutemukan. Aku
yakin sekarang kalau kamu masih tetap menungguku entah dimana. Karena sang mentari terus
bersinar melingkupi seluruh daratan serta lautan di bumi ini. Selama bumi ini masih merasakan
sinar kasihnya berarti kau masih tetap ada untukku. Ya, sekarang aku begitu yakin serta merasa
dekat denganmu. Tak hanya denganmu tapi juga dengan Tuhanku. Kembali lagi ayat itu yang kudengar dan kini aku tersadar aku sedang berada di dalam
masjid. Tapi bukan masjid yang tadi. Kini aku berada di sebuah rumah tepatnya. Sayup-sayup
kubuka kedua mataku yang kelelahan dan kupandangi wajahmu hadir di depanku. Aku kembali
bermimpi lagi.
“Pak zu…. Sudah bangun…?”
Tapi ini benar-benar suaramu. Aku tidak bermimpi. Ya aku sedang bersamamu. Aku baru
tersadar kalau sedari tadi aku sedang tidur di kamar yang biasa kau tidur di sana. Siang ini aku
mengigau lagi untuk yang entah ke berapa. Kau tetap setia untuk menungguiku dan merawatku.
Aku mengigau seakan takut karena aku tak kan menemukanmu lagi. Takut akan ada tirai-tirai
penghalang lagi yang akan menghalangi keyakinanku dan keyakinanmu. Mengembalikan ke
dalam ruang ketidak pastian.
Aku sadar sekarang aku masih nyata di sini dalam dekapan perawatanmu. Aku sakit. Aku
demam. Tapi rasa sakit ini hanya seperti saat kau merasakan minum obat saja. Tak begitu terasa.
Justru aku sedang sakit fikir. Sedang kelelahan.
“Iyut…., jam berapa?”
“Jam 2 pak…., kamu belum sholat dhuhur…, ayo bangun kita jamaah.”
Dan inilah sasmitha itu. Kembali menghadapMu Tuhan. Disaat aku sedang tak punya
pegangan Engkau menghadirkan kekuatan lewat dia yang selalu ada untukku. Disaat aku dalam
kebimbangan Engkau dekatkan dia padaku untuk mencapai ridhaMu. Aku kembali dalam
ketidakpastian ini menghadapMu bersama dengannya. Kita berdua akan kembali kepadaMu.
“Allahu akbar.”
Semarang, 22 maret 2011. 10.23 A.M
(dalam sebuah ketidakpastian di bawah atap yang sedang terombang-ambing)
untuk yang sedang ditunggu tanpa sebuah kejelasan.
panduan menulis artikel
WORKSHOP MENULIS KREATIF
“SARASEHAN SASTRA”
WORLD IN THE WORD
KAMIS, 10 DESEMBER 2009
GEDUNG B3 BAHASA INGGRIS UNNES
OLEH:
Mujiana A Kadir
(PENULIS NOVEL DUA PEREMPUAN)
PRESENTED BY THE CREATIVE TEAM OF SARASEHAN SASTRA
LITERATURE PROGRAM
ENGLISH DEPARTMENT OF SEMARANG STATE UNIVERSITY
Cara Praktis Menulis Artikel
Oleh Mujiana A Kadir
Artikel itu paparan tertulis mengenai sebuah permasalahan dengan latar belakang berbagai bukti, disertai teori dan pembahasan. Berbagai bukti dapat kita peroleh dari peristiwa yang terjadi setiap hari, baik yang kita alami maupun yang kita baca. Teori, bukan berarti harus diambil dari buku, tapi penyampaian pola pikir yang runtut dan nalar juga bisa disebut teori. Adapun pembahasan, yaitu pemeparan perasaan, pendapat, dan cara pandang kita yang merupakan pemecahan masalah. Lalu untuk lebih memperjelasnya kemudian kita sertakan simpulan. Simpulan dapat disampaikan melalui sebuah peryataan konklusif.
Permasalahan yang dibahas dalam artikel bisanya hanya satu, tapi juga bisa lebih. Biasanya permasalahan yang paling dominan dibahas dalam pemaparan tertulis itu disebut tema. Sementara itu, pembahasan di dalam artikel, bisa didasarkan pada opini atau pendapat seseorang terhadap sesuatu hal atau tema. Agar opini itu bisa dipertanggungjawabkan secara logis, dan bahkan ilmiah perlu didukung oleh teori yang diperoleh dari tulisan yang telah dipublikasikan melalui media massa cetak (koran majalah) atau buku dan juga media massa elektronik.
Mengenai susunannya, artikel bisa dimulai dengan menyatakan permasalahan yang akan dibahas. Kemudian diikuti pemaparan bukti-bukti dan teori. Berikutnya pembahasan dan simpulan. Artikel juga bisa dimulai dengan peryataan konklusif (simpulan) terhadap permasalahan yang akan dibahas. Lalu, dikuti oleh teori dan bukti-bukti yang dipadukan dengan pembahasan. Berikutnya, disampaikan saran. Saran pada akhir tulisan itu, dapat berupa harapan, pertanyaan, dan ajakan yang bahkan provokatif. Dengan demikian, kita jangan lagi bertanya apa dulu yang harus ditulis. Permasalahan, latar belakang, teori, atau bahkan simpulan pun dapat ditulis lebih dulu, berada di bagian depan sebuah artikel. Oke!
Penyampaian opini secara tertulis di media massa biasanya mempertimbangkan nilai-nilai jurnalistik (berita). Oleh karena itu, penulisan opini untuk dipublikasikan di media sebaiknya disertai dengan fakta-fakta yang kuat dan aktual (up to date) dengan analisis secara logis dan objektif.
Menentukan Judul Artikel
Ketika ide sudah sangat jelas tersimpan dalam pikiran setelah review dan dijangkarkan, segeralah tulis menjadi sebuah judul tulisan. Penulisan judul perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut.
• Mengungkapkan permasalahan yang akan dibahas
Misalnya judul artikel Karakter Pemilu 2004 (Suara Merdeka, 13/01) tampak bahwa judul tersebut membahas mengenai karakter atau ciri-ciri khas peristiwa atau keadaan saat berlangsung pemilihan umum pada 2004.
• Menggunakan kalimat yang lazim secara sintaktik (struktur fungsi) dan semantik (makna bahasa)
Misalnya Di Balik Polemik Rekening 502 (Suara Merdeka, 14/01) apabila tidak lazim secara struktur 502 Polemik Rekening Di Balik. Dengan demikian makna kalimat judul tersebut tidak lazim dan tidak bisa dipahami.
• Menggunakan kalimat singkat (pendek) tapi jelas
Judul dengan kalimat yang singkat akan cepat dibaca dan tentu saja cepat menarik perhatian. Untuk itu judul harus menarik, singkat dan jelas. Apabila penulisan judul tidak memungkinkan menggunakan kalimat pendek, dapat dibuat kalimat sub judul. Misalnya Paradigma Baru Pemerintahan (Sebuah Alternatif Pengembangan Kapasitas Pemda) (Suara Merdeka, 13/01).
• Contoh membuat judul
• Judul mengandung Permasalahan (Mengapa Mesti Terancam Komunisme—Prokon Aktivis Jawa Pos, Haruskah Pelacur Disalahkan—Suara Perempuan Suara Merdeka). Judul-judul itu disusun atas kata tanya, sifat atau adjektif, dan subjek atau nomina.
• Judul sebuah Peryataan (Nasionalisme Bukan Sekadar Seremoni –Akademia Kompas, Perlu Tumbuhkan Kepercayaan Diri—Suara Perempuan Suara Merdeka, Tokoh Masyarakat Terlibat –Suara Perempuan Suara Merdeka, Waspadai Wajah Bertopeng Reformis –Debat Kampus Suara Merdeka). Judul-judul itu disusun atas verb atau kata kerja, subjek atau nomina yang berupa materi pembahasan dalam artikel.
• Judul mengandung solusi atau pemecahan (Voicing For Voicelees ¬–Prokon Jawa Pos, Heaven Watch –Akademia Kompas, Buktikan Janji Kampaye – Debat Kampus Suara Merdeka). Kalimat judul ini disusun atas usulan atau pendapat penulis yang dinyatakan penulis.
• Judul Plesetan (PNS = Pegawai Nyaman Sekali –Forum Pembaca Kompas). Judul ini disusun atas pelesetan subjek yang dibahas dalam artikel.
Menyiapkan Bukti dan Teori
Bukti-bukti (fakta) dan teori-teori dapat diperoleh dari pengamatan dan sumber-sumber informasi (media cetak, media elektronik, dan buku-buku). Oleh karena itu, seorang penulis dituntut untuk memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan dan kebiasaan membaca yang rajin. Bukti-bukti dan teori tersebut digunakan sebagai latar belakang, dasar pemikiran (teori), atau perbandingan dalam penyampaian pendapat, permasalahan-permasalahan, dan pembahasan yang disampaikan dalam tulisan.
Pencantuman bukti dan dasar teori untuk pembahasan permasalahan harus disertai sumber yang jelas dan benar. Misalnya; “Salah satu hal yang dapat dilihat adalah, dengan telah berjalannya hampir kurang lebih 3 tahun kebijakan otonomi daerah, melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, ...”.
“Prof. Dr. Mubyarto, ekonom kerakyatan UGM yang peduli terhadap nasib masyarakat miskin saat diwanwancarai Elsinta menyatakan, kebijakan pemerintah saat ini justru berpihak kepada konglomerat. Padahal UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) yang dilakukan masyarakat telah terbukti dapat menopang perekonomian nasional dalam kondisi krisis. Dan hal itu telah terbukti, ....”.
Apabila hal ini tidak terpenuhi, tulisan biasanya dinilai tidak memiliki kualitas dan nilai-nilai yang memenuhi publisitas (jurnalistik). Atau bahkan penulis dianggap tidak memiliki etika moral dan melanggar hukum.
Menulis
Apabila judul telah ditetapkan dan segala materi (bukti dan teori) telah terkumpul dan dirasa cukup, maka segeralah menulis. Jika tidak ada komputer atau mesin ketik, dapat ditulis tangan di kertas terlebih dahulu kemudian diketik. Namun jangan sampai tidak dapat mengetik secara manual atau dengan computer. Kebangeten deh!!!
• Kalimat pembuka menarik
Pilihlah kata yang memiliki daya tarik untuk pembaca pada kalimat pertama tulisan yang akan disusun. Misalnya; “Jagad politik nasional akhir-akhir ini makin marak...”. Kalimat ini lebih menarik oleh penggunaan kata Jagad daripada “Bidang politik nasional...”. //”Dalam perkembangan terakhir,...” lebih menarik dari pada “Sekarang ini,...”.
• Menggunakan kalimat yang jelas, logis, dan koherensif
Maksudnya adalah gunakanlah kalimat yang tidak mengandung makna ganda (ambigu) atau bersayap. Pemaparan juga harus dapat diterima secara logika dalam susunan yang sistematis. Contoh; “Konstelasi politik sekarang menunjukkan, pola seperti itu terjadi secara nyata di berbagai level kekuasaan politik. Bandingkan dengan kalimat berikut “Konstelasi politik sekarang menunjukkan terjadi secara nyata di berbagai level kekuasaan politik pola seperti itu.” Kalimat ini mengandung ambiguitas dan tidak logis.
• Kalimat penutup berkesan bijaksana
Untuk menutup tulisan pilihlah kalimat yang memberikan pesan secara bijaksana (tidak mendikte dan menggurui) dan kesan yang mendalam pada pembaca. Misalnya “Polemik yang tidak ada habisnya dalam perkara rekening 502 ini bukan saja menghabiskan energi, melainkan juga tidak mendidik masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah secara elegan.” Bandingkan dengan kalimat yang menggurui dan kurang bijaksana ini “Polemik perkara rekening 502 harus segera diakhiri dengan penerapan hukum secara tegas, karena apabila tidak akan menghabiskan energi dan sangat tidak mendidik masyarakat”.
Contoh Artikel (1)
Kenaikan BBM Sengsarakan Rakyat Kecil
Oleh Kristiningrum
APA pun alasan dan solusi kenaikan harga BBM tetap saja masyarakat kecil yang terkena akibatnya. Pengalaman masa lalu membuktikan, setiap kali terjadi kenaikan harga BBM selalu diikuti oleh kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok. Imbasnya, selalu mengenai rakyat kecil yang sampai saat ini belum mampu bangkit dari keterpurukan akibat krisis beberapa tahun lalu. Rakyat kecillah yang semakin sengsara. Tampaknya, sebagai rakyat kecil tak mungkin berada pada posisi yang cukup menyenangkan.
Karena itu buru-buru mahasiswa di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan, membakar ban bekas, menyandera truk tangki, dan berorasi menentang kenaikan harga Pertamak dan Elpiji. Bahkan ibu-ibu di Jakarta, juga turun ke jalan membawa peralatan dapur meprotes kenaikan Elpiji. Hal ini terjadi karena mereka dibayangi beban yang semakin berat apabila harga BBM dinaikkan. Tidak saja karena daya membeli kebutuhan BBM itu, tetapi juga semakin lemahnya daya beli terhadap barang-barang kebutuhan lain.
Di sisi lain, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena PT Pertamina mengalami kerugian. Dan untuk menutup kerugian itu diperlukan subsidi dari pemerintah melalui APBN. Seperti diungkapkan Kurtubi (pengamat perminyakan PT Pertamina dan pengajar Program Pasca Sarjana FE UI) dalam Kompas 27/12, realisasi subsidi BBM APBN 2004 jauh di atas yang dianggarkan. Untuk 2005 kalau harga BBM tidak dinaikkan, subsidi BBM akan mencapai sekitar Rp 75 trilyun, sehingga sangat membebani negara. Karena itu harga BBM harus dinaikkan. Langkah awalnya menaikkan Pertamax dan Elpiji yang menjadi konsumsi kaum kaya. Kemudian akan disusul kenaikan harga BBM secara menyeluruh.
Selain itu, pemberian subsidi terhadap BBM selama ini juga dinilai kurang tepat mengenai sasaran. Sebab, masyarakat kecil ternyata hanya menerima sekitar 16% dari subsidi tersebut. Apabila subsidi BBM dikurangi dengan resiko harga BBM dinaikkan, maka subsudi itu tetap dapat diberikan kepada masyarakat. Misalnya melalui subsidi di bidang pendidikan atau kesehatan, sehingga lebih tepat sasaran. Dan pelaksanaanya dapat dipantau secara langsung oleh masyarakat luas.
Mengenai kenaikan Pertamax dan Elpiji serta rencana kenaikan BBM secara menyeluruh, pengamat lain melihat hal itu sebagai kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Sebab, PT Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan nasional yang menguasai masalah perminyakan, mulai dari pengeboran, pengolahan, sampai perdagangan minyak dan gas tidak mungkin kalau rugi. “Bukankah minyak dan gas bumi yang dikelola itu milik negara yang tidak harus dibayar?” kata Kwik Kian Gie. Selain itu kebutuhan minyak nasional yang dipenuhi oleh sumber dalam negeri masih cukup besar, yaitu 70%. Sedangkan impor minyak mentah hanya 30%. Mengapa PT Pertamina bisa rugi?
Yang menarik, seorang ibu saat diundang dalam dialog pro-kontra kenaikan BBM di sebuah stasiun televisi berkomentar, “Jika Pertamina mengalami kerugian, mengapa banyak orang yang berebut menjadi pejabat Pertamina? Ini kan aneh.”
Karena itu, rencana kenaikan BBM sebaiknya tidak diwujudkan dalam kondisi masyarakat yang belum memiliki kemampuan ekonomi yang kuat. Apabila pemerintah tetap berkehendak menaikkan harga BBM, hendaknya juga dikuti dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus dapat menyediakan lebih banyak lagi kesempatan kerja, menaikkan upah minimum, dan memberikan kompensasi kenaikan harga BBM dalam bentuk lain secara memadai dalam waktu jangka pendek.
Antisipasi Masalah BBM Sejak Dini
Adapun untuk mengatasi masalah BBM ke depan dalam jangka waktu yang lebih panjang, mulai saat ini pemerintah hendaknya segera menyusun program untuk mengatasi masalah BBM yang semakin langka.
Pertama, hendaknya mengembangkan teknologi lain yang tidak tergantung kepada minyak bumi sebagai bahan bakar. Misalnya teknologi listrik menggunakan tenaga surya, air, angin, dan gelombang laut. Sebagai contoh, proyek percobaan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) yang mengubah Honda Life 1974 menjadi mobil listrik Indonesia (molina). Bisa juga dengan mengembangkan kompor bertenaga surya, seperti pemanas air dengan solar sel. Selain itu perlu adanya sosialisasi kepada seluruh masyarakat agar mengembangkan kreativitas untuk membuat teknologi berbahan bakar selain minyak dan gas.
Kedua, mengusahakan produksi bahan bakar yang memanfaatkan sumber energi yang dapat diperbarui (renewable). Di Indonesia yang memiliki kekayaan flora dan fauna sangat mungkin membangun sebuah industri penghasil bahan bakar yang bersumber dari bahan nabati atau hewani. Misalnya seperti yang terjadi di Kuba, mengolah tebu menjadi eter sebagai bahan bakar. Dengan adanya dukungan dari semua pihak, tentu hal ini akan sangat mudah untuk diwujudkan.
Ketiga, pemerintah hendaknya segera melaksanakan sosialisasi hemat energi secara nasional. Masyarakat sebagai sumber daya manusia (SDM) perlu dibangunkan kesadarannya agar berperilaku hemat memanfaatkan BBM. (Kristiningrum, mahasiswa Fisika FMIPA Unnes)
Analisis Proses Menulis Contoh Artikel (1)
Artikel di atas dimuat di Suara Merdeka dengan judul “Memasyarakatkan Hemat Energi”. Perubahan judul ini dilakukan oleh redaktur. Alasanya, mungkin lebih singkat, padat, dan mengungkapkan isi secara subtansial. Karena itu, hendaknya menjadi pertimbangan, apabila menulis judul dapat mencerminkan isi secara subtansial, terutama mengenai permasalahan yang dibahas dalam artikel.
Ide artikel ini diperoleh setelah membaca tema Debat Kampus Suara Merdeka. Selain itu, penulis juga melaksanakan tugas yang diprogramkan Tinta Institute. Dengan cara yang tidak sulit, ide artikel ini telah dapat dikembangkan oleh penulis.
Pada awalnya, tulisan ini dibuat untuk dikirim ke Harian Umum Kompas. Katika itu, rubrik Akademia Harian Umum Kompas Jawa Tengah meluncurkan tema “Menyikapi rencana kenaikan BBM yang akan dilakukan pemerintah.” Karena tidak dimuat di Harian Umum Kompas, dan di Harian Suara Merdeka di rubrik Debat Kampus mengangkat tema “Rencana kenaikan BBM”, tulisan itu lalu disesuaikan dengan tema tersebut. Dan akhirnya dimuat di Suara Merdeka.
Kalimat pertama yang ditulis merupakan pernyataan (premis mayor) atau pendapat umum yang ada di masyarakat. Kemudian diikuti fakta, kenaikan BBM selalu memicu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lain. Fakta berikutnya adalah reaksi mahasiswa terhadap kenaikan harga BBM, terutama kenaikan pertamax dan gas elpiji. Fakta yang lain diperoleh dari siaran televisi ‘Debat Terbuka SCTV’. Bagian yang diambil untuk mendukung artikel ini adalah pernyataan seorang ibu rumah tangga yang diundang dalam acara debat itu.
Berikutnya dilakukan pemaparan teori yang dikemukakan Kurtubi, seorang ahli perminyakan yang menjadi konsultan PT Pertamina. Peryataan Ahli itu diperoleh dari berita di Harian Umum Kompas yang membahas mengenai kenaikan BBM. Agar pembahasan lebih menarik, pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan Kurtubi juga di sampaikan dalam artikel ini, yaitu pernyataan Kwik Kian Gie, yang juga diperoleh di Harian Umum Kompas.
Dukungan referensi lain diperoleh dari internet dengan kata kunci yang digunakan adalah ‘Migas’ yang dimasukkan di search engine Google. Dengan kata kunci itu ditemukan artikel yang berjudul Prospek Bisnis PT Pertamina 2005. Pada artikel itu ditemukan data-data angka yang berkaitan dengan Pertamina.
Pada bagian berikutnya –karena sedikit tidak nyambung dengan fakta-fakta dan referensi atau tepatnya pemaparan hal-hal yang melebar—dibuat sub judul baru. Paparan itu merupakan solusi atas permasalahan yang terjadi karena kenaikan harga BBM. Dan solusi yang ditawarkan penulis dalam artikel itu, diperoleh dari beberapa referensi, yaitu dari BPPT (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi) dan dari bacaan lain. Hal ini perlu diperhatikan untuk penulisan artikel, yaitu memberikan kontribusi secara kongkrit dan bijaksana terhadap persoalan yang diuraikan.
Solusi yang diberikan sebenarnya bukan merupakan ide penulis. Tetapi merupakan resume dari berbagai referensi yang dibaca penulis. Dilihat dari rentang waktu penulis membaca referensi yang melahirkan solusi dengan saat artikel ini ditulis, tampak sebenarnya penulis secara tidak sengaja membaca untuk menulis artikel ini. Penulis telah lama membaca referensi-referensi itu, kemudian dituangkan lagi dalam artikel ini. Oleh karena itu, seorang penulis harus memiliki pengetahuan yang sangat luas dari hasil membaca, karena ini menjadi bagian yang sangat penting. Sebagai penulis memang tidak seharusnya membaca hanya karena akan menulis. Menjadi penulis harus selalu membaca untuk mengumpulkan informasi guna mendukung ide-ide yang akan ditulis.
Perlu diperhatikan, pokok-pokok permaalahan yang dipaparkan dalam artikel di atas adalah penetapan kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah. Efek yang ditimbukan berupa peristiwa adalah fakta, dan efek lain berupa opini atau tanggapan ahli, keduanya digunakan untuk memperkuat artikel secara teoretik. Solusi dinilai konkrit karena menggunakan contoh-contoh. Dengan demikian, artikel tersebut telah memenuhi aspek kejelasan (clearity) yang menjadi syarat publisitas (dimuat di media).
Menjadi Penulis
Oleh Mujiana A Kadir*)
Pemikiran (MAIN FRAME)
KRITIS, LOGIS, DAN CERDAS
Penulis sebenarnya telah ada sejak zaman kuno. Di kerajaan-kerajaan Jawa dikenal pujangga yang tugasnya menulis. Pada zaman mataram kita mengenal Pujangga Ranggawarsita. Salah satu karyanya “Serat Kalatida” sangat terkenal sampai sekarang. Ranggawarsita menulis prediksi atau ramalannya mengenai datangnya zaman edan. Sebagian besar orang Jawa meyakini kenyataan, sekarang zamane zaman edan. Ora keduman yen ora melu edan (Gunawan Budi Susanto, Edan-edanan Pada Zaman Edan, 2007).
Jauh sebelum itu, di kerajaan Daha dan Joho juga memiliki penulis yang disebut empu, yaitu Empu Baradah. Dia sebagai penasehat raja yang juga memiliki karya tulis.
Sikap (AFEKTIF)
MENERIMA SEGALA HAL
Susah memang agar bisa menerima segala hal, baik yang masih dalam pikiran, perasaan, maupun telah menjadi peristiwa sebagai kenyataan. Banyak orang tidak dapat menerima apa yang dipikirkan dan rasakan sebagai peristiwa yang nyata. Karena itu, banyak orang yang kemudian menghindar dengan berbagai alasan mengapa dia tidak menulis dengan alasan yang sangat tidak rasional dan sulit dimengerti oleh perasaan. Apalagi dalam diri seseorang yang telah didominasi nilai-nilai atau norma-norma tertentu yang lingkupnya sangat sektarian, akan sangat sulit untuk memiliki sikap yang permisif terhadap kenyataan. Dunia akan dia ubah sesui keinginan dirinya. Sangat mustahil bukan? Sebab, yang sangat mungkin adalah pikiran kita yang berubah, bukan dunia.
Ayah saya pernah bercerita, saat terlambat masuk pintu gerbang markas, dia menggembosi ban sepeda yang dikendarai secara sengaja beberapa ratus meter sebelum sampai. Alasannya, untuk memberikan bukti penyebab keterlambatan kepada provos yang bertugas menegakkan dislipin. Sikap seperti ini sulit dimiliki oleh orang yang kurang dapat menerima kenyataan.
Perilaku (psikomotor)
SEHAT, ENERGIK, DAN CERIA
Psikomotorik adalah segala sesuatu yang menyangkut kegiatan fisik. Untuk menjadi penulis, harus sehat, energik dan ceria. Sangat tidak mungkin bila ingin menjadi penulis fisiknya lemah, sakit-sakitan, dan pemurung. Sebab penulis tak hanya bicara atau bahkan hanya melamunkan segala sesuatau yang akan ditulis. Tapi harus menulis, berjam-jam duduk di depan komputer. Tampaknya memang sangat mudah bukan? Hanya menulis! Tapi mengapa Anda tidak memilih bekerja menjadi penulis? Mulai sekarang menulislah.
Menulis secara fisik bagi orang awam adalah pekerjaan yang sangat ringan bila dibandingkan dengan olah raga, jalan kaki, atau bahkan dengan mencangkul. Akan tetapi sebenarnya tidak. Sebab menulis meskipun tampaknya hanya menggerakakn jari, tapi sebenarnya sangat berat secara fisik. Menulis harus memfungsikan mata menatap simbul-simbul (huruf) yang digoreskan di atas kertas atau menatap monitor komputer. Oleh karena itu bila orang (penulis) tidak memenuhi kebutuhan gizinya, melakukannya secara benar, dan berpola hidup sehat, dalam kurun waktu tertentu akan mengalami gangguan kesehatan fisik. Misalnya, gangguan penglihatan mata, sakit pinggang, dan sebagainya. Orang yang pemurung, pikirannya akan gelap dan otaknya menggumpal seperti batu sehingga tidak dapat memaparkan segala hal secara proporsional. Karena itu, penulis harus ceria.
Masa Depan (PROSPEKTIF)
BERILMU, DIHORMATI, DAN BISA KAYA RAYA
Bagaimana Anda mengenal Muhamad SAW., dan semua nabi-nabi yang telah lahir di dunia menjadi khalifah di muka bumi ini? Bagaimana Anda mengetahui tokoh-tokoh ilmuwan dunia dan penemuan-penemuannya? Bagaimana pula Anda mengetahui karya-karya sastra terindah di dunia? Ada dua cara, yaitu dengan mendengar cerita dari mulut ke mulut dan membaca buku-buku atau kitab-kitab.
Cara pertama memiliki kelemahan-kelemahan antara lain degradasi kelengkapan cerita, deviasi kebenaran cerita, dan keterbatasan penyebaran. Namun, sebenarnya masih banyak hal yang membuat cerita atau informasi lisan memiliki kelemahan yang bersumber pada tingkat kepercayaan pendengar atau bagaimana membuktikan bahwa cerita yang didengar itu benar.
Oleh karena itu, semua informasi ataupun sekadar cerita sebaiknya ditulis agar memiliki kekuatan otentik (ASLI) dan abadi. Orang tak akan membeli cerita yang dituturkan, tapi akan membeli cerita yang dituliskan. Uang yang dibelanjakan untuk membeli tulisan (buku) sampai milyaran lho...!
“SARASEHAN SASTRA”
WORLD IN THE WORD
KAMIS, 10 DESEMBER 2009
GEDUNG B3 BAHASA INGGRIS UNNES
OLEH:
Mujiana A Kadir
(PENULIS NOVEL DUA PEREMPUAN)
PRESENTED BY THE CREATIVE TEAM OF SARASEHAN SASTRA
LITERATURE PROGRAM
ENGLISH DEPARTMENT OF SEMARANG STATE UNIVERSITY
Cara Praktis Menulis Artikel
Oleh Mujiana A Kadir
Artikel itu paparan tertulis mengenai sebuah permasalahan dengan latar belakang berbagai bukti, disertai teori dan pembahasan. Berbagai bukti dapat kita peroleh dari peristiwa yang terjadi setiap hari, baik yang kita alami maupun yang kita baca. Teori, bukan berarti harus diambil dari buku, tapi penyampaian pola pikir yang runtut dan nalar juga bisa disebut teori. Adapun pembahasan, yaitu pemeparan perasaan, pendapat, dan cara pandang kita yang merupakan pemecahan masalah. Lalu untuk lebih memperjelasnya kemudian kita sertakan simpulan. Simpulan dapat disampaikan melalui sebuah peryataan konklusif.
Permasalahan yang dibahas dalam artikel bisanya hanya satu, tapi juga bisa lebih. Biasanya permasalahan yang paling dominan dibahas dalam pemaparan tertulis itu disebut tema. Sementara itu, pembahasan di dalam artikel, bisa didasarkan pada opini atau pendapat seseorang terhadap sesuatu hal atau tema. Agar opini itu bisa dipertanggungjawabkan secara logis, dan bahkan ilmiah perlu didukung oleh teori yang diperoleh dari tulisan yang telah dipublikasikan melalui media massa cetak (koran majalah) atau buku dan juga media massa elektronik.
Mengenai susunannya, artikel bisa dimulai dengan menyatakan permasalahan yang akan dibahas. Kemudian diikuti pemaparan bukti-bukti dan teori. Berikutnya pembahasan dan simpulan. Artikel juga bisa dimulai dengan peryataan konklusif (simpulan) terhadap permasalahan yang akan dibahas. Lalu, dikuti oleh teori dan bukti-bukti yang dipadukan dengan pembahasan. Berikutnya, disampaikan saran. Saran pada akhir tulisan itu, dapat berupa harapan, pertanyaan, dan ajakan yang bahkan provokatif. Dengan demikian, kita jangan lagi bertanya apa dulu yang harus ditulis. Permasalahan, latar belakang, teori, atau bahkan simpulan pun dapat ditulis lebih dulu, berada di bagian depan sebuah artikel. Oke!
Penyampaian opini secara tertulis di media massa biasanya mempertimbangkan nilai-nilai jurnalistik (berita). Oleh karena itu, penulisan opini untuk dipublikasikan di media sebaiknya disertai dengan fakta-fakta yang kuat dan aktual (up to date) dengan analisis secara logis dan objektif.
Menentukan Judul Artikel
Ketika ide sudah sangat jelas tersimpan dalam pikiran setelah review dan dijangkarkan, segeralah tulis menjadi sebuah judul tulisan. Penulisan judul perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut.
• Mengungkapkan permasalahan yang akan dibahas
Misalnya judul artikel Karakter Pemilu 2004 (Suara Merdeka, 13/01) tampak bahwa judul tersebut membahas mengenai karakter atau ciri-ciri khas peristiwa atau keadaan saat berlangsung pemilihan umum pada 2004.
• Menggunakan kalimat yang lazim secara sintaktik (struktur fungsi) dan semantik (makna bahasa)
Misalnya Di Balik Polemik Rekening 502 (Suara Merdeka, 14/01) apabila tidak lazim secara struktur 502 Polemik Rekening Di Balik. Dengan demikian makna kalimat judul tersebut tidak lazim dan tidak bisa dipahami.
• Menggunakan kalimat singkat (pendek) tapi jelas
Judul dengan kalimat yang singkat akan cepat dibaca dan tentu saja cepat menarik perhatian. Untuk itu judul harus menarik, singkat dan jelas. Apabila penulisan judul tidak memungkinkan menggunakan kalimat pendek, dapat dibuat kalimat sub judul. Misalnya Paradigma Baru Pemerintahan (Sebuah Alternatif Pengembangan Kapasitas Pemda) (Suara Merdeka, 13/01).
• Contoh membuat judul
• Judul mengandung Permasalahan (Mengapa Mesti Terancam Komunisme—Prokon Aktivis Jawa Pos, Haruskah Pelacur Disalahkan—Suara Perempuan Suara Merdeka). Judul-judul itu disusun atas kata tanya, sifat atau adjektif, dan subjek atau nomina.
• Judul sebuah Peryataan (Nasionalisme Bukan Sekadar Seremoni –Akademia Kompas, Perlu Tumbuhkan Kepercayaan Diri—Suara Perempuan Suara Merdeka, Tokoh Masyarakat Terlibat –Suara Perempuan Suara Merdeka, Waspadai Wajah Bertopeng Reformis –Debat Kampus Suara Merdeka). Judul-judul itu disusun atas verb atau kata kerja, subjek atau nomina yang berupa materi pembahasan dalam artikel.
• Judul mengandung solusi atau pemecahan (Voicing For Voicelees ¬–Prokon Jawa Pos, Heaven Watch –Akademia Kompas, Buktikan Janji Kampaye – Debat Kampus Suara Merdeka). Kalimat judul ini disusun atas usulan atau pendapat penulis yang dinyatakan penulis.
• Judul Plesetan (PNS = Pegawai Nyaman Sekali –Forum Pembaca Kompas). Judul ini disusun atas pelesetan subjek yang dibahas dalam artikel.
Menyiapkan Bukti dan Teori
Bukti-bukti (fakta) dan teori-teori dapat diperoleh dari pengamatan dan sumber-sumber informasi (media cetak, media elektronik, dan buku-buku). Oleh karena itu, seorang penulis dituntut untuk memiliki kepedulian yang tinggi pada lingkungan dan kebiasaan membaca yang rajin. Bukti-bukti dan teori tersebut digunakan sebagai latar belakang, dasar pemikiran (teori), atau perbandingan dalam penyampaian pendapat, permasalahan-permasalahan, dan pembahasan yang disampaikan dalam tulisan.
Pencantuman bukti dan dasar teori untuk pembahasan permasalahan harus disertai sumber yang jelas dan benar. Misalnya; “Salah satu hal yang dapat dilihat adalah, dengan telah berjalannya hampir kurang lebih 3 tahun kebijakan otonomi daerah, melalui UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, ...”.
“Prof. Dr. Mubyarto, ekonom kerakyatan UGM yang peduli terhadap nasib masyarakat miskin saat diwanwancarai Elsinta menyatakan, kebijakan pemerintah saat ini justru berpihak kepada konglomerat. Padahal UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) yang dilakukan masyarakat telah terbukti dapat menopang perekonomian nasional dalam kondisi krisis. Dan hal itu telah terbukti, ....”.
Apabila hal ini tidak terpenuhi, tulisan biasanya dinilai tidak memiliki kualitas dan nilai-nilai yang memenuhi publisitas (jurnalistik). Atau bahkan penulis dianggap tidak memiliki etika moral dan melanggar hukum.
Menulis
Apabila judul telah ditetapkan dan segala materi (bukti dan teori) telah terkumpul dan dirasa cukup, maka segeralah menulis. Jika tidak ada komputer atau mesin ketik, dapat ditulis tangan di kertas terlebih dahulu kemudian diketik. Namun jangan sampai tidak dapat mengetik secara manual atau dengan computer. Kebangeten deh!!!
• Kalimat pembuka menarik
Pilihlah kata yang memiliki daya tarik untuk pembaca pada kalimat pertama tulisan yang akan disusun. Misalnya; “Jagad politik nasional akhir-akhir ini makin marak...”. Kalimat ini lebih menarik oleh penggunaan kata Jagad daripada “Bidang politik nasional...”. //”Dalam perkembangan terakhir,...” lebih menarik dari pada “Sekarang ini,...”.
• Menggunakan kalimat yang jelas, logis, dan koherensif
Maksudnya adalah gunakanlah kalimat yang tidak mengandung makna ganda (ambigu) atau bersayap. Pemaparan juga harus dapat diterima secara logika dalam susunan yang sistematis. Contoh; “Konstelasi politik sekarang menunjukkan, pola seperti itu terjadi secara nyata di berbagai level kekuasaan politik. Bandingkan dengan kalimat berikut “Konstelasi politik sekarang menunjukkan terjadi secara nyata di berbagai level kekuasaan politik pola seperti itu.” Kalimat ini mengandung ambiguitas dan tidak logis.
• Kalimat penutup berkesan bijaksana
Untuk menutup tulisan pilihlah kalimat yang memberikan pesan secara bijaksana (tidak mendikte dan menggurui) dan kesan yang mendalam pada pembaca. Misalnya “Polemik yang tidak ada habisnya dalam perkara rekening 502 ini bukan saja menghabiskan energi, melainkan juga tidak mendidik masyarakat dalam menyelesaikan suatu masalah secara elegan.” Bandingkan dengan kalimat yang menggurui dan kurang bijaksana ini “Polemik perkara rekening 502 harus segera diakhiri dengan penerapan hukum secara tegas, karena apabila tidak akan menghabiskan energi dan sangat tidak mendidik masyarakat”.
Contoh Artikel (1)
Kenaikan BBM Sengsarakan Rakyat Kecil
Oleh Kristiningrum
APA pun alasan dan solusi kenaikan harga BBM tetap saja masyarakat kecil yang terkena akibatnya. Pengalaman masa lalu membuktikan, setiap kali terjadi kenaikan harga BBM selalu diikuti oleh kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok. Imbasnya, selalu mengenai rakyat kecil yang sampai saat ini belum mampu bangkit dari keterpurukan akibat krisis beberapa tahun lalu. Rakyat kecillah yang semakin sengsara. Tampaknya, sebagai rakyat kecil tak mungkin berada pada posisi yang cukup menyenangkan.
Karena itu buru-buru mahasiswa di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan, membakar ban bekas, menyandera truk tangki, dan berorasi menentang kenaikan harga Pertamak dan Elpiji. Bahkan ibu-ibu di Jakarta, juga turun ke jalan membawa peralatan dapur meprotes kenaikan Elpiji. Hal ini terjadi karena mereka dibayangi beban yang semakin berat apabila harga BBM dinaikkan. Tidak saja karena daya membeli kebutuhan BBM itu, tetapi juga semakin lemahnya daya beli terhadap barang-barang kebutuhan lain.
Di sisi lain, pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) karena PT Pertamina mengalami kerugian. Dan untuk menutup kerugian itu diperlukan subsidi dari pemerintah melalui APBN. Seperti diungkapkan Kurtubi (pengamat perminyakan PT Pertamina dan pengajar Program Pasca Sarjana FE UI) dalam Kompas 27/12, realisasi subsidi BBM APBN 2004 jauh di atas yang dianggarkan. Untuk 2005 kalau harga BBM tidak dinaikkan, subsidi BBM akan mencapai sekitar Rp 75 trilyun, sehingga sangat membebani negara. Karena itu harga BBM harus dinaikkan. Langkah awalnya menaikkan Pertamax dan Elpiji yang menjadi konsumsi kaum kaya. Kemudian akan disusul kenaikan harga BBM secara menyeluruh.
Selain itu, pemberian subsidi terhadap BBM selama ini juga dinilai kurang tepat mengenai sasaran. Sebab, masyarakat kecil ternyata hanya menerima sekitar 16% dari subsidi tersebut. Apabila subsidi BBM dikurangi dengan resiko harga BBM dinaikkan, maka subsudi itu tetap dapat diberikan kepada masyarakat. Misalnya melalui subsidi di bidang pendidikan atau kesehatan, sehingga lebih tepat sasaran. Dan pelaksanaanya dapat dipantau secara langsung oleh masyarakat luas.
Mengenai kenaikan Pertamax dan Elpiji serta rencana kenaikan BBM secara menyeluruh, pengamat lain melihat hal itu sebagai kebijakan pemerintah yang kurang tepat. Sebab, PT Pertamina sebagai satu-satunya perusahaan nasional yang menguasai masalah perminyakan, mulai dari pengeboran, pengolahan, sampai perdagangan minyak dan gas tidak mungkin kalau rugi. “Bukankah minyak dan gas bumi yang dikelola itu milik negara yang tidak harus dibayar?” kata Kwik Kian Gie. Selain itu kebutuhan minyak nasional yang dipenuhi oleh sumber dalam negeri masih cukup besar, yaitu 70%. Sedangkan impor minyak mentah hanya 30%. Mengapa PT Pertamina bisa rugi?
Yang menarik, seorang ibu saat diundang dalam dialog pro-kontra kenaikan BBM di sebuah stasiun televisi berkomentar, “Jika Pertamina mengalami kerugian, mengapa banyak orang yang berebut menjadi pejabat Pertamina? Ini kan aneh.”
Karena itu, rencana kenaikan BBM sebaiknya tidak diwujudkan dalam kondisi masyarakat yang belum memiliki kemampuan ekonomi yang kuat. Apabila pemerintah tetap berkehendak menaikkan harga BBM, hendaknya juga dikuti dengan menaikkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus dapat menyediakan lebih banyak lagi kesempatan kerja, menaikkan upah minimum, dan memberikan kompensasi kenaikan harga BBM dalam bentuk lain secara memadai dalam waktu jangka pendek.
Antisipasi Masalah BBM Sejak Dini
Adapun untuk mengatasi masalah BBM ke depan dalam jangka waktu yang lebih panjang, mulai saat ini pemerintah hendaknya segera menyusun program untuk mengatasi masalah BBM yang semakin langka.
Pertama, hendaknya mengembangkan teknologi lain yang tidak tergantung kepada minyak bumi sebagai bahan bakar. Misalnya teknologi listrik menggunakan tenaga surya, air, angin, dan gelombang laut. Sebagai contoh, proyek percobaan Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) yang mengubah Honda Life 1974 menjadi mobil listrik Indonesia (molina). Bisa juga dengan mengembangkan kompor bertenaga surya, seperti pemanas air dengan solar sel. Selain itu perlu adanya sosialisasi kepada seluruh masyarakat agar mengembangkan kreativitas untuk membuat teknologi berbahan bakar selain minyak dan gas.
Kedua, mengusahakan produksi bahan bakar yang memanfaatkan sumber energi yang dapat diperbarui (renewable). Di Indonesia yang memiliki kekayaan flora dan fauna sangat mungkin membangun sebuah industri penghasil bahan bakar yang bersumber dari bahan nabati atau hewani. Misalnya seperti yang terjadi di Kuba, mengolah tebu menjadi eter sebagai bahan bakar. Dengan adanya dukungan dari semua pihak, tentu hal ini akan sangat mudah untuk diwujudkan.
Ketiga, pemerintah hendaknya segera melaksanakan sosialisasi hemat energi secara nasional. Masyarakat sebagai sumber daya manusia (SDM) perlu dibangunkan kesadarannya agar berperilaku hemat memanfaatkan BBM. (Kristiningrum, mahasiswa Fisika FMIPA Unnes)
Analisis Proses Menulis Contoh Artikel (1)
Artikel di atas dimuat di Suara Merdeka dengan judul “Memasyarakatkan Hemat Energi”. Perubahan judul ini dilakukan oleh redaktur. Alasanya, mungkin lebih singkat, padat, dan mengungkapkan isi secara subtansial. Karena itu, hendaknya menjadi pertimbangan, apabila menulis judul dapat mencerminkan isi secara subtansial, terutama mengenai permasalahan yang dibahas dalam artikel.
Ide artikel ini diperoleh setelah membaca tema Debat Kampus Suara Merdeka. Selain itu, penulis juga melaksanakan tugas yang diprogramkan Tinta Institute. Dengan cara yang tidak sulit, ide artikel ini telah dapat dikembangkan oleh penulis.
Pada awalnya, tulisan ini dibuat untuk dikirim ke Harian Umum Kompas. Katika itu, rubrik Akademia Harian Umum Kompas Jawa Tengah meluncurkan tema “Menyikapi rencana kenaikan BBM yang akan dilakukan pemerintah.” Karena tidak dimuat di Harian Umum Kompas, dan di Harian Suara Merdeka di rubrik Debat Kampus mengangkat tema “Rencana kenaikan BBM”, tulisan itu lalu disesuaikan dengan tema tersebut. Dan akhirnya dimuat di Suara Merdeka.
Kalimat pertama yang ditulis merupakan pernyataan (premis mayor) atau pendapat umum yang ada di masyarakat. Kemudian diikuti fakta, kenaikan BBM selalu memicu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lain. Fakta berikutnya adalah reaksi mahasiswa terhadap kenaikan harga BBM, terutama kenaikan pertamax dan gas elpiji. Fakta yang lain diperoleh dari siaran televisi ‘Debat Terbuka SCTV’. Bagian yang diambil untuk mendukung artikel ini adalah pernyataan seorang ibu rumah tangga yang diundang dalam acara debat itu.
Berikutnya dilakukan pemaparan teori yang dikemukakan Kurtubi, seorang ahli perminyakan yang menjadi konsultan PT Pertamina. Peryataan Ahli itu diperoleh dari berita di Harian Umum Kompas yang membahas mengenai kenaikan BBM. Agar pembahasan lebih menarik, pernyataan yang bertentangan dengan pernyataan Kurtubi juga di sampaikan dalam artikel ini, yaitu pernyataan Kwik Kian Gie, yang juga diperoleh di Harian Umum Kompas.
Dukungan referensi lain diperoleh dari internet dengan kata kunci yang digunakan adalah ‘Migas’ yang dimasukkan di search engine Google. Dengan kata kunci itu ditemukan artikel yang berjudul Prospek Bisnis PT Pertamina 2005. Pada artikel itu ditemukan data-data angka yang berkaitan dengan Pertamina.
Pada bagian berikutnya –karena sedikit tidak nyambung dengan fakta-fakta dan referensi atau tepatnya pemaparan hal-hal yang melebar—dibuat sub judul baru. Paparan itu merupakan solusi atas permasalahan yang terjadi karena kenaikan harga BBM. Dan solusi yang ditawarkan penulis dalam artikel itu, diperoleh dari beberapa referensi, yaitu dari BPPT (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi) dan dari bacaan lain. Hal ini perlu diperhatikan untuk penulisan artikel, yaitu memberikan kontribusi secara kongkrit dan bijaksana terhadap persoalan yang diuraikan.
Solusi yang diberikan sebenarnya bukan merupakan ide penulis. Tetapi merupakan resume dari berbagai referensi yang dibaca penulis. Dilihat dari rentang waktu penulis membaca referensi yang melahirkan solusi dengan saat artikel ini ditulis, tampak sebenarnya penulis secara tidak sengaja membaca untuk menulis artikel ini. Penulis telah lama membaca referensi-referensi itu, kemudian dituangkan lagi dalam artikel ini. Oleh karena itu, seorang penulis harus memiliki pengetahuan yang sangat luas dari hasil membaca, karena ini menjadi bagian yang sangat penting. Sebagai penulis memang tidak seharusnya membaca hanya karena akan menulis. Menjadi penulis harus selalu membaca untuk mengumpulkan informasi guna mendukung ide-ide yang akan ditulis.
Perlu diperhatikan, pokok-pokok permaalahan yang dipaparkan dalam artikel di atas adalah penetapan kenaikan harga BBM yang dilakukan pemerintah. Efek yang ditimbukan berupa peristiwa adalah fakta, dan efek lain berupa opini atau tanggapan ahli, keduanya digunakan untuk memperkuat artikel secara teoretik. Solusi dinilai konkrit karena menggunakan contoh-contoh. Dengan demikian, artikel tersebut telah memenuhi aspek kejelasan (clearity) yang menjadi syarat publisitas (dimuat di media).
Menjadi Penulis
Oleh Mujiana A Kadir*)
Pemikiran (MAIN FRAME)
KRITIS, LOGIS, DAN CERDAS
Penulis sebenarnya telah ada sejak zaman kuno. Di kerajaan-kerajaan Jawa dikenal pujangga yang tugasnya menulis. Pada zaman mataram kita mengenal Pujangga Ranggawarsita. Salah satu karyanya “Serat Kalatida” sangat terkenal sampai sekarang. Ranggawarsita menulis prediksi atau ramalannya mengenai datangnya zaman edan. Sebagian besar orang Jawa meyakini kenyataan, sekarang zamane zaman edan. Ora keduman yen ora melu edan (Gunawan Budi Susanto, Edan-edanan Pada Zaman Edan, 2007).
Jauh sebelum itu, di kerajaan Daha dan Joho juga memiliki penulis yang disebut empu, yaitu Empu Baradah. Dia sebagai penasehat raja yang juga memiliki karya tulis.
Sikap (AFEKTIF)
MENERIMA SEGALA HAL
Susah memang agar bisa menerima segala hal, baik yang masih dalam pikiran, perasaan, maupun telah menjadi peristiwa sebagai kenyataan. Banyak orang tidak dapat menerima apa yang dipikirkan dan rasakan sebagai peristiwa yang nyata. Karena itu, banyak orang yang kemudian menghindar dengan berbagai alasan mengapa dia tidak menulis dengan alasan yang sangat tidak rasional dan sulit dimengerti oleh perasaan. Apalagi dalam diri seseorang yang telah didominasi nilai-nilai atau norma-norma tertentu yang lingkupnya sangat sektarian, akan sangat sulit untuk memiliki sikap yang permisif terhadap kenyataan. Dunia akan dia ubah sesui keinginan dirinya. Sangat mustahil bukan? Sebab, yang sangat mungkin adalah pikiran kita yang berubah, bukan dunia.
Ayah saya pernah bercerita, saat terlambat masuk pintu gerbang markas, dia menggembosi ban sepeda yang dikendarai secara sengaja beberapa ratus meter sebelum sampai. Alasannya, untuk memberikan bukti penyebab keterlambatan kepada provos yang bertugas menegakkan dislipin. Sikap seperti ini sulit dimiliki oleh orang yang kurang dapat menerima kenyataan.
Perilaku (psikomotor)
SEHAT, ENERGIK, DAN CERIA
Psikomotorik adalah segala sesuatu yang menyangkut kegiatan fisik. Untuk menjadi penulis, harus sehat, energik dan ceria. Sangat tidak mungkin bila ingin menjadi penulis fisiknya lemah, sakit-sakitan, dan pemurung. Sebab penulis tak hanya bicara atau bahkan hanya melamunkan segala sesuatau yang akan ditulis. Tapi harus menulis, berjam-jam duduk di depan komputer. Tampaknya memang sangat mudah bukan? Hanya menulis! Tapi mengapa Anda tidak memilih bekerja menjadi penulis? Mulai sekarang menulislah.
Menulis secara fisik bagi orang awam adalah pekerjaan yang sangat ringan bila dibandingkan dengan olah raga, jalan kaki, atau bahkan dengan mencangkul. Akan tetapi sebenarnya tidak. Sebab menulis meskipun tampaknya hanya menggerakakn jari, tapi sebenarnya sangat berat secara fisik. Menulis harus memfungsikan mata menatap simbul-simbul (huruf) yang digoreskan di atas kertas atau menatap monitor komputer. Oleh karena itu bila orang (penulis) tidak memenuhi kebutuhan gizinya, melakukannya secara benar, dan berpola hidup sehat, dalam kurun waktu tertentu akan mengalami gangguan kesehatan fisik. Misalnya, gangguan penglihatan mata, sakit pinggang, dan sebagainya. Orang yang pemurung, pikirannya akan gelap dan otaknya menggumpal seperti batu sehingga tidak dapat memaparkan segala hal secara proporsional. Karena itu, penulis harus ceria.
Masa Depan (PROSPEKTIF)
BERILMU, DIHORMATI, DAN BISA KAYA RAYA
Bagaimana Anda mengenal Muhamad SAW., dan semua nabi-nabi yang telah lahir di dunia menjadi khalifah di muka bumi ini? Bagaimana Anda mengetahui tokoh-tokoh ilmuwan dunia dan penemuan-penemuannya? Bagaimana pula Anda mengetahui karya-karya sastra terindah di dunia? Ada dua cara, yaitu dengan mendengar cerita dari mulut ke mulut dan membaca buku-buku atau kitab-kitab.
Cara pertama memiliki kelemahan-kelemahan antara lain degradasi kelengkapan cerita, deviasi kebenaran cerita, dan keterbatasan penyebaran. Namun, sebenarnya masih banyak hal yang membuat cerita atau informasi lisan memiliki kelemahan yang bersumber pada tingkat kepercayaan pendengar atau bagaimana membuktikan bahwa cerita yang didengar itu benar.
Oleh karena itu, semua informasi ataupun sekadar cerita sebaiknya ditulis agar memiliki kekuatan otentik (ASLI) dan abadi. Orang tak akan membeli cerita yang dituturkan, tapi akan membeli cerita yang dituliskan. Uang yang dibelanjakan untuk membeli tulisan (buku) sampai milyaran lho...!
kritik sastra feminisme indonesia
Gerakan Gender Sastra Kita
Oleh Zubaidi Duncan Zu_ Reporter Rem fm UNNES
Feminisme muncul dengan adanya sebuah pemikiran dari para wanita yang ingin menempatkan dirinya sejajar dengan laki-laki di berbagai aspek kehidupan , memiliki hak yang sama. Sejalan dengan hal tersebut di berbagai belahan dunia muncul gerakan-gerakan untuk mencoba menggeser superioritas laki-laki terhadap perempuan. Gerakan ini kini sudah bisa dipandang tampak menunjukkan hasil-hasil dari perjuangannya. Posisi perempuan sudah bisa sejajar dengan laki-laki. Ya, gerakan ini tentunya berhasil dengan dukungan segenap kesatuan masyarakat untuk memecah paradigma lama dan mencoba merekonstruksi paradigma baru yang menjadikan posisi wanita tidak lagi berada dalam bayang-bayang laki-laki.
Feminisme sudah merambah ke berbagai aspek kehidupan dan budaya masyarakat, termasuk di bidang seni dan sastra. Sastra dan kritik feminism sudah muncul beberapa puluh tahun silam dengan salah satu penggagasnya yakni Madam Cixous yang menegaskan para perempuan untuk menulis tentang diri mereka. Lalu di Negara-negara lain pun mengikuti perkembagan sastra di bidang feminism itu sendiri, bahkan sebelumnya juga gerakan-gerakan seperti ini sudah ada.
Tentunya gambaran gerakan ini dalam bidang sastra sendiri tampak jelas sangat berbeda apabila penulis sastra adalah seorang perempuan. Dengan kodratnya sebagai wanita, mereka mampu merepresentasikan diri mereka sendiri tanpa harus mengenal batas-batas patriarchal yang selalu membelenggu mereka, sebaliknya akan tampak berbeda jika yang menulis adalah seorang pengarang laki-laki. Pengarang laki-laki pasti akan menyorot dengat sudut pandangnya sebagai laki-laki karena pada hakikatnya ia adalah laki-laki, sekalipun ia adalah seorang yang mendukung gerakan feminisme.
Gerkan feminism di Indonesia sudah dimulai sejak masih dalam ranah kolonialisme dimana lahir seorang bangsawan jawa bernama Kartini. Lalu ada Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meuthia yang terjun langsung dalam memimpin pertempuran gerilya melawan kolonilis. Sementara dalam bidang sastra, feminisme juga sudah mulai terasa pada saat kolonialisasi diambil alih bangsa dari negeri sakura. Sebut saja Maria Amin, seorang penyair yang hidup di zaman itu ia telah berhasil membuat puisi prosais yang belum ada sebelumnya di Indonesia. Akan tetapi ia tak begitu banyak dibahas dalam kritik. Kritik lebih suka menyebut Chairil yang membawa perubahan besar perpuisian Indonesia. Padahal sebelumnya Maria Amin sudah mendahuli Chairil dalam pembuatan puisi yang bebas.
Lalu berkembang lagi di era Balai Pustaka dengan lahirnya belenggu dan layar terkembang. Namun dua novel ini lahir dari tangan laki-laki sehingga sudut pandangnya pun tak lain juga dari laki-laki. Sementara sekarang sudah mulai banyak terekspos karya-karya dari tangan perempuan yang dapat membuat lega kalangan feminis. Sebutlah NH Dini, Titie Said, Titis Basino, Poppy Hutagalung, dan Isma Sawitri. Kemudian di awal abad 21 ini hadir juga meramaikan khazanah gerakan feminism dalam sastra kita bahkan membuat geger beberapa fihak. Beberapa pengarang wanita seperti Ayu Utami, Dewi Lestari berbicara dengan lugas dan penggambaran yang real dan bebas mengenai wanita dalam hal yang paling intim dan seksualitas lewat karya-karyanya.
Setiap perkembangan sastra pasti tak akan luput dengan berkembangnya kritik terhadap sastra. Karena kritik-kritik ini lahir untuk memompa kreatifitas kesusastraan supaya lebih berkembang dan semakin bertambah baik. Krtik-kritik ini juga akan melahirkan teori-teri sastra dan akan ikut serta menjaga sejarah sastra. Sastra angkatan 2000 ini pada akirnya mendapat tantangan keras dari berbagai fihak, sesama sastrawan,budayawan serta para kritikus sastra itu sendiri. Hal ini dikarenakan penulis-penulis tersebut melakukan suatu terobosan yang mungkin terlalu jauh ke depan dimana belum saatnya serta kemungkinan tidak pas kalau diaplikasikan di ranah nasional kita sebagai bangsa timur.
Lahirnya novel-novel seperti karya Ayu Utaami ini juga tidak luput karena pengaruh era yang semakin tanpa batas, era global. Era dimana informasi dari belahan dunia yang sangat jauh seperti hanya terjadi di samping rumah kita. Pertukaran informasi dan budaya semakin begitu cepat. Maka jikalau di Negara barat misalnya gerakan feminisme sudah mencapai titik tinggi maka di Negara lain pun juga bisa seperti itu. Dan seakan gerakan yang dulunya hanya sebagai gerakan kecil terpecah-pecah di masing-masing Negara, kini sudah mengglobal sebagai satu gerakan seluruh wanita di dunia.
Kembali kepada sastra feminisme Indonesia angkatan 2000 ini agaknya memang perlu untuk dibicarakan lagi sebagai sarana dialogis dalam budaya sehingga bukan pertentangan yang diharapkan melainkan hasil dari yang disepakati berbagai kepentingan. Khazanah budaya Indonesia yang didalamnya terdapat budaya-budaya lokal agaknya akan lebih menarik bila digambarkan dalam karya-karya sastra. Sehingga tidak gambaran wanita secara umum tapi ada kekususan dan keunikan yang justru akan bisa mengangkat budaya nasional kita, tidak melebur dan tereduksi dalam budaya dunia yang tak jelas arahnya.
Sebuah kelegaan karena novel yang beraliran feminism hadir di awal tahun 2010 yang cukup menarik karena lebih mengutamakan budaya bangsa kita. De Lief De, sebuah seri kedua dari tetralogi De Winst. Tergambar beberapa tokoh wanita dalam novel itu untuk berjuang dalam aktualisasi diri. Sebut saja Sekar Prembayun seorang anak dari golongan Keraton Mataram yang terpecah menjadi empat akibat dari pengaruh kolonialisme. Beruntung dia seorang anak priyayi karena tentunya lebih berkesempatan untuk mengenyam pendidikan yang cukup tinggi. Lalu berbekal intelektual yang dimilikinya ia mulai ikut andil dalam perjuangan negeri yang sedang terjajah itu. Ini akibat pengaruh dari gerakan-gerakan pejuang Indonesia di jaman itu yang sudah mulai menggunakan media sebagai alat perjuangan. Dan Sekar hadir pula ikut menyuarakan hatinya lewat tulisan-tulisannya yang kemudian membuat ia diasingkan ke Tanah Belanda.
Selain Sekar ada lagi beberapa tokoh wanita yang menjadi point utama penggambaran perjuangan wanita dalam ranah kesetaraan gender yang diwakili oleh advokat perempuan berkebangsaan belanda bernama Kareen. Seorang Belanda yang memilih berkarir sebagai advocate dan lebih mendukung kaum terjajah. Sebuah keberanian yang besar apabila kita memperhatikan karena ia hidup di daerah jajahan. Lalu ada pula perempuan bernama Sophie yang lebih memilih kehidupan sebaga jurnalis bergaji sedikit dari pada berada dalam bayang-bayang kekayaan ayahnya yang seorang anggota parlemen.
Disinilah terdapat adanya sebuah perbedaan pada novel angkatan 2000 sebelumnya dengan novel karya Afifah Afra. Barangkali Afifah Afra lebih dikenal sebagai penulis karya fiksi berbasis agama. Namun dalam novel ini ia menyuguhkan hal lain dimana lebih menonjolkan sisi-sisi perjuangan perempuan dalam beraktualisasi diri sebagaimana sekarang ini arah itulah yang dituju oleh kaum perempuan itu sendiri sekalipun tema tentang agama terselip di dalamnya.
Nah, ini merupakan suatu yang unik. Walaupun sama-sama bergerak untuk menetang budaya patriarkhi, namun keduanya mempunyai cara yang berbeda. Hal ini juga karena background kedua penulis juga berbeda. Barang kali ayu utami lebih terpengaruh oleh globalisasi dimana batas budaya antara Negara satu dengan Negara yang lain hampir tak kentara karena budaya sekarang adalah budaya satu, Budaya Global. Pengaruh dunia global membuat semua budaya melebur jadi satu. Namun karena di era global ada Negara yang lebih unggul dibanding Negara lain maka Negara berkembang agaknya banyak yang mengekor Negara maju tanpa bangga akan budaya yang dimiliki.
Sebuah karya sastra adalah merupakan media yang paling baik untuk meyampaikan suatu ideologi karena melalui suatu karya pembaca akan dibawa ke dunia tertentu yang dapat menjadikan emosinya seperti berada dan menjadi bagian dari dunia tersebut. Pembaca akan mudah menangkap dan terpengaruh oleh ideology itu karena seolah-olah ia sangat dekat dengan ideology itu. Hal ini berbeda apabila ideology disampaikan melalui media lain. Tentu akan lebih sulit untuk mempengaruhi pembaca karena kurang adanya ikatan emosi. Sehingga apabila sastra digunakan untuk membawa gerakan feminism niscaya akan sangat mempercepat ideology itu sampai pada masyarakat.
Walaupun karya sastra dipandang baik apabila ia tidak punya maksud tertentu terkait ideology ataupun tidak secara nyata eksplisit menympaikan suatu pesan, nmamun perlu kita sadari bahwa dia adalah produk drai seorang sastrawan yang hidup dan menjadi bagian dari masyarakat. Secara tidak langsung ia akan menuli sesuatu yang berkenaan dengnmasyarakat dimana ia hidup dan ideology yang ia anut. Maka dari itu tak emnherankan jika banyak karya sastra yang lahir dengan mmbawa ideology-ideologi tertentu.
Hadirnya sastra feminis telah membawa dampak yang cukup signifikan karena pada akirnya wanita-wanita Indonesia sekarang sudah banyak kita lihat kiprahnya di ranah publik. Sebagai pemimpin juga tidak jarang kita temui sosok-sosok wanita. Namun agak ironis kalau suatu saat karena pengaruh sastra yang dinilai begitu vulgar akan mempengaruhi wanita menjadi berlebihan dan melampaui batas. Apa yang akan terjadi kalau mereka juga akan menerapkan di kehidupan nya kevulgaran-kevulagaran itu? kita harap ini tak akan pernah terjadi, semoga!
Dalam hal ini perlu adanya penyeimbang dalam khazanah sastra kita yang bergerak di bidang gender. Kalau sebagian karya menyoroti wanita dengan kevulagaran-kevulgarannya, maka di sisi lain harus ada yang menyoroti bagian lain yakni anti kevulagaran itu sendiri. Sekalipun hal ini akan mengundang banyak kontriversi. Kalau harus kembali pada anti kevulagaran, apakah itu bukan berarti kembali kepada patriarchal? Suatu tanda tanya besar yang harus dijawab oleh semua bangsa Indonesia.
Budaya patriarchal yang seperti apa yang ingin dirubah? Mungkin pertanyaan ini akan dapat membawa kita kepada jawaban dari pertanyaan sebelumnya. Karena sebenarnya budaya patriarchal terhadap perempuan di negeri kita sepertinya juga sudah mulai berkurang. Mungkin kita masih bertanya-tanya tentang jodoh ataupun sekolah yang mana di desa perempuan masih ada yang dibawah bayanganbudaya belum sepenuhnya merdeka. Misalnya, di usia yang melampaui 25 jika seorang perempuan belum menikah maka akan menjadi suatu tanda Tanya besar bagi masyarakat. Seolah-olah tidak laku yang menjadi paradigm yang masih mengakar dan dianut. Namun kalau kita perhatikan lebih lanjut sekarang budaya ini sudah mulai mengaktualisasikan diri dan bisa megikuti budaya modern dengan tetap menjunjung tinggi budaya sendiri dimana jika belum menikah diusia itu sekarang ada istilah yang cukup baik yakni karena lebih memilih menjadi wanita karir.
Mengenai budaya, khususnya budaya kita yang harus kita jadikan acuan adalah bagaimana kita mampu mereinterpretasi dan melakukan dialog dengan zaman. Budaya kita bukanlah budaya yang tertinggal seperti sebagian orang persepsikan. Budaya kita justru merupakan budaya yang besar dimana ini menjadi cirri khas dari diri kita sendiri. Karena budaya itu tidak berkembang kearah yang pasti sepeerti sebua perlombaan yang ada start dan ada ending-nya. Budaya itu terbentuk dari masyarakat. Jadi disinilah perlunya pembicaraan mengenai budaya dan penfsiran kembali bagaimana seharusnya budaya yang kita miliki itu dan ke arah mana akan kita bawa tanpa adanya pertentangan-pertentangan.
Nah, jikalau budaya feminism Indonesia dapat mempunyai ciri khas tersendiri, lalu mengapa kita harus mereduksikan diri? Nah, inilah yang mungkin menjadi alternatif untuk menyuarakan gerakan gender dalam khazanah sastra kita. Kita bisa memasukkan budaya sendiri seperti yang digambarkan oleh Afifah Afra dalam novelnya itu. Di novel tersebut tergambar para perempuan Indonesia dan Belanda yang memperjuangkan idealisme mereka dengan cara-cara yang mereka bisa lakukan. Dengan cara seperti ini maka sastra kita akan mampu menjadi acuan gerakan perempuan yang benar-benar berbasis nasionalisme kita. Dalam hal ini diperlukan adanya pendefinisian ulang mengenai bagaimana wanita Indonesia di zaman sekarang dan masa depan?
Wanita Indonesia tetaplah akan menjadi wanita Indonesia sekalipun terpegaruh oleh budaya-budaya lain. Yang menjadi alternative adalah bagaimana bisa beradaptasi dengan budaya yang mempengaruhi dengan tanpa meleburkan diri sampai batas tak terkenali lagi. Sehingga novel-novel yang memperjuangkan wanita TKW, wanita Jawa yang mengenyam pendidikan sampai tingkat Doktor di luar negeri, dsb akan membuka wacana yang baik untuk membuat pemikiran semakin berkembang e arah yang pasti serta tujuan yang jelas, yakni menjadi pribadi yang unggul sejajar dengan wanita-wanita bangsa-bangsa yang dianggap lebih unggul-bangsa Barat.
Saya kitra itulah yang mungkin akn membuat gerakan gender pada sastra kita tampak jelas sebagai suatu karakter bangsa yang mempunyai ciri yang khas. Dan semoga akan ada karya-karya yang seperti Afifah Afra angkat dalam novelnya.
Di akhir tulisan ini saya berharap akan hadir karya-karya sastra kita yang mengangkat tema-tema suara perempuan yang benar-benar mengangkat budaya perempuan Indonesia masa kini dengan tanpa mereduksi ke budaya lain sekalipun budaya lain tampak lebih unggul di mata sebagian orang. Karena dengan begitu sastra kita akan dapat menjadi simbol dari bangsa kita sendiri, bukan? Semoga tuisan ini dapat menjadi bahan perenungan ulang untuk kebudayaan kita di masa mendatang-dalam karya-karya fiksi tahun-tahun ke depan. Harapan saya akan adanya feedback terhadap tulisan saya ini akan dapat membantu saya untuk lebih memahami budaya sendiri khususnya tentang perempuan dari sudut pandang orang lain. Trima kasih…..
Biodata Penulis
Nama : Zubaidi.
Pekerjaan : mahasiswa Sastra Inggris UNNES- Semarang.
Organisasi : PPLK-BK UNNES (Pusat Pengembangan Layanan Konseling dan Bursa Kerja).
REM FM UNNES.
Alamat : Pati.
Email : kkntanjungsaribaros@yahoo.co.id
CN : 0878 321 44 647.
Oleh Zubaidi Duncan Zu_ Reporter Rem fm UNNES
Feminisme muncul dengan adanya sebuah pemikiran dari para wanita yang ingin menempatkan dirinya sejajar dengan laki-laki di berbagai aspek kehidupan , memiliki hak yang sama. Sejalan dengan hal tersebut di berbagai belahan dunia muncul gerakan-gerakan untuk mencoba menggeser superioritas laki-laki terhadap perempuan. Gerakan ini kini sudah bisa dipandang tampak menunjukkan hasil-hasil dari perjuangannya. Posisi perempuan sudah bisa sejajar dengan laki-laki. Ya, gerakan ini tentunya berhasil dengan dukungan segenap kesatuan masyarakat untuk memecah paradigma lama dan mencoba merekonstruksi paradigma baru yang menjadikan posisi wanita tidak lagi berada dalam bayang-bayang laki-laki.
Feminisme sudah merambah ke berbagai aspek kehidupan dan budaya masyarakat, termasuk di bidang seni dan sastra. Sastra dan kritik feminism sudah muncul beberapa puluh tahun silam dengan salah satu penggagasnya yakni Madam Cixous yang menegaskan para perempuan untuk menulis tentang diri mereka. Lalu di Negara-negara lain pun mengikuti perkembagan sastra di bidang feminism itu sendiri, bahkan sebelumnya juga gerakan-gerakan seperti ini sudah ada.
Tentunya gambaran gerakan ini dalam bidang sastra sendiri tampak jelas sangat berbeda apabila penulis sastra adalah seorang perempuan. Dengan kodratnya sebagai wanita, mereka mampu merepresentasikan diri mereka sendiri tanpa harus mengenal batas-batas patriarchal yang selalu membelenggu mereka, sebaliknya akan tampak berbeda jika yang menulis adalah seorang pengarang laki-laki. Pengarang laki-laki pasti akan menyorot dengat sudut pandangnya sebagai laki-laki karena pada hakikatnya ia adalah laki-laki, sekalipun ia adalah seorang yang mendukung gerakan feminisme.
Gerkan feminism di Indonesia sudah dimulai sejak masih dalam ranah kolonialisme dimana lahir seorang bangsawan jawa bernama Kartini. Lalu ada Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meuthia yang terjun langsung dalam memimpin pertempuran gerilya melawan kolonilis. Sementara dalam bidang sastra, feminisme juga sudah mulai terasa pada saat kolonialisasi diambil alih bangsa dari negeri sakura. Sebut saja Maria Amin, seorang penyair yang hidup di zaman itu ia telah berhasil membuat puisi prosais yang belum ada sebelumnya di Indonesia. Akan tetapi ia tak begitu banyak dibahas dalam kritik. Kritik lebih suka menyebut Chairil yang membawa perubahan besar perpuisian Indonesia. Padahal sebelumnya Maria Amin sudah mendahuli Chairil dalam pembuatan puisi yang bebas.
Lalu berkembang lagi di era Balai Pustaka dengan lahirnya belenggu dan layar terkembang. Namun dua novel ini lahir dari tangan laki-laki sehingga sudut pandangnya pun tak lain juga dari laki-laki. Sementara sekarang sudah mulai banyak terekspos karya-karya dari tangan perempuan yang dapat membuat lega kalangan feminis. Sebutlah NH Dini, Titie Said, Titis Basino, Poppy Hutagalung, dan Isma Sawitri. Kemudian di awal abad 21 ini hadir juga meramaikan khazanah gerakan feminism dalam sastra kita bahkan membuat geger beberapa fihak. Beberapa pengarang wanita seperti Ayu Utami, Dewi Lestari berbicara dengan lugas dan penggambaran yang real dan bebas mengenai wanita dalam hal yang paling intim dan seksualitas lewat karya-karyanya.
Setiap perkembangan sastra pasti tak akan luput dengan berkembangnya kritik terhadap sastra. Karena kritik-kritik ini lahir untuk memompa kreatifitas kesusastraan supaya lebih berkembang dan semakin bertambah baik. Krtik-kritik ini juga akan melahirkan teori-teri sastra dan akan ikut serta menjaga sejarah sastra. Sastra angkatan 2000 ini pada akirnya mendapat tantangan keras dari berbagai fihak, sesama sastrawan,budayawan serta para kritikus sastra itu sendiri. Hal ini dikarenakan penulis-penulis tersebut melakukan suatu terobosan yang mungkin terlalu jauh ke depan dimana belum saatnya serta kemungkinan tidak pas kalau diaplikasikan di ranah nasional kita sebagai bangsa timur.
Lahirnya novel-novel seperti karya Ayu Utaami ini juga tidak luput karena pengaruh era yang semakin tanpa batas, era global. Era dimana informasi dari belahan dunia yang sangat jauh seperti hanya terjadi di samping rumah kita. Pertukaran informasi dan budaya semakin begitu cepat. Maka jikalau di Negara barat misalnya gerakan feminisme sudah mencapai titik tinggi maka di Negara lain pun juga bisa seperti itu. Dan seakan gerakan yang dulunya hanya sebagai gerakan kecil terpecah-pecah di masing-masing Negara, kini sudah mengglobal sebagai satu gerakan seluruh wanita di dunia.
Kembali kepada sastra feminisme Indonesia angkatan 2000 ini agaknya memang perlu untuk dibicarakan lagi sebagai sarana dialogis dalam budaya sehingga bukan pertentangan yang diharapkan melainkan hasil dari yang disepakati berbagai kepentingan. Khazanah budaya Indonesia yang didalamnya terdapat budaya-budaya lokal agaknya akan lebih menarik bila digambarkan dalam karya-karya sastra. Sehingga tidak gambaran wanita secara umum tapi ada kekususan dan keunikan yang justru akan bisa mengangkat budaya nasional kita, tidak melebur dan tereduksi dalam budaya dunia yang tak jelas arahnya.
Sebuah kelegaan karena novel yang beraliran feminism hadir di awal tahun 2010 yang cukup menarik karena lebih mengutamakan budaya bangsa kita. De Lief De, sebuah seri kedua dari tetralogi De Winst. Tergambar beberapa tokoh wanita dalam novel itu untuk berjuang dalam aktualisasi diri. Sebut saja Sekar Prembayun seorang anak dari golongan Keraton Mataram yang terpecah menjadi empat akibat dari pengaruh kolonialisme. Beruntung dia seorang anak priyayi karena tentunya lebih berkesempatan untuk mengenyam pendidikan yang cukup tinggi. Lalu berbekal intelektual yang dimilikinya ia mulai ikut andil dalam perjuangan negeri yang sedang terjajah itu. Ini akibat pengaruh dari gerakan-gerakan pejuang Indonesia di jaman itu yang sudah mulai menggunakan media sebagai alat perjuangan. Dan Sekar hadir pula ikut menyuarakan hatinya lewat tulisan-tulisannya yang kemudian membuat ia diasingkan ke Tanah Belanda.
Selain Sekar ada lagi beberapa tokoh wanita yang menjadi point utama penggambaran perjuangan wanita dalam ranah kesetaraan gender yang diwakili oleh advokat perempuan berkebangsaan belanda bernama Kareen. Seorang Belanda yang memilih berkarir sebagai advocate dan lebih mendukung kaum terjajah. Sebuah keberanian yang besar apabila kita memperhatikan karena ia hidup di daerah jajahan. Lalu ada pula perempuan bernama Sophie yang lebih memilih kehidupan sebaga jurnalis bergaji sedikit dari pada berada dalam bayang-bayang kekayaan ayahnya yang seorang anggota parlemen.
Disinilah terdapat adanya sebuah perbedaan pada novel angkatan 2000 sebelumnya dengan novel karya Afifah Afra. Barangkali Afifah Afra lebih dikenal sebagai penulis karya fiksi berbasis agama. Namun dalam novel ini ia menyuguhkan hal lain dimana lebih menonjolkan sisi-sisi perjuangan perempuan dalam beraktualisasi diri sebagaimana sekarang ini arah itulah yang dituju oleh kaum perempuan itu sendiri sekalipun tema tentang agama terselip di dalamnya.
Nah, ini merupakan suatu yang unik. Walaupun sama-sama bergerak untuk menetang budaya patriarkhi, namun keduanya mempunyai cara yang berbeda. Hal ini juga karena background kedua penulis juga berbeda. Barang kali ayu utami lebih terpengaruh oleh globalisasi dimana batas budaya antara Negara satu dengan Negara yang lain hampir tak kentara karena budaya sekarang adalah budaya satu, Budaya Global. Pengaruh dunia global membuat semua budaya melebur jadi satu. Namun karena di era global ada Negara yang lebih unggul dibanding Negara lain maka Negara berkembang agaknya banyak yang mengekor Negara maju tanpa bangga akan budaya yang dimiliki.
Sebuah karya sastra adalah merupakan media yang paling baik untuk meyampaikan suatu ideologi karena melalui suatu karya pembaca akan dibawa ke dunia tertentu yang dapat menjadikan emosinya seperti berada dan menjadi bagian dari dunia tersebut. Pembaca akan mudah menangkap dan terpengaruh oleh ideology itu karena seolah-olah ia sangat dekat dengan ideology itu. Hal ini berbeda apabila ideology disampaikan melalui media lain. Tentu akan lebih sulit untuk mempengaruhi pembaca karena kurang adanya ikatan emosi. Sehingga apabila sastra digunakan untuk membawa gerakan feminism niscaya akan sangat mempercepat ideology itu sampai pada masyarakat.
Walaupun karya sastra dipandang baik apabila ia tidak punya maksud tertentu terkait ideology ataupun tidak secara nyata eksplisit menympaikan suatu pesan, nmamun perlu kita sadari bahwa dia adalah produk drai seorang sastrawan yang hidup dan menjadi bagian dari masyarakat. Secara tidak langsung ia akan menuli sesuatu yang berkenaan dengnmasyarakat dimana ia hidup dan ideology yang ia anut. Maka dari itu tak emnherankan jika banyak karya sastra yang lahir dengan mmbawa ideology-ideologi tertentu.
Hadirnya sastra feminis telah membawa dampak yang cukup signifikan karena pada akirnya wanita-wanita Indonesia sekarang sudah banyak kita lihat kiprahnya di ranah publik. Sebagai pemimpin juga tidak jarang kita temui sosok-sosok wanita. Namun agak ironis kalau suatu saat karena pengaruh sastra yang dinilai begitu vulgar akan mempengaruhi wanita menjadi berlebihan dan melampaui batas. Apa yang akan terjadi kalau mereka juga akan menerapkan di kehidupan nya kevulgaran-kevulagaran itu? kita harap ini tak akan pernah terjadi, semoga!
Dalam hal ini perlu adanya penyeimbang dalam khazanah sastra kita yang bergerak di bidang gender. Kalau sebagian karya menyoroti wanita dengan kevulagaran-kevulgarannya, maka di sisi lain harus ada yang menyoroti bagian lain yakni anti kevulagaran itu sendiri. Sekalipun hal ini akan mengundang banyak kontriversi. Kalau harus kembali pada anti kevulagaran, apakah itu bukan berarti kembali kepada patriarchal? Suatu tanda tanya besar yang harus dijawab oleh semua bangsa Indonesia.
Budaya patriarchal yang seperti apa yang ingin dirubah? Mungkin pertanyaan ini akan dapat membawa kita kepada jawaban dari pertanyaan sebelumnya. Karena sebenarnya budaya patriarchal terhadap perempuan di negeri kita sepertinya juga sudah mulai berkurang. Mungkin kita masih bertanya-tanya tentang jodoh ataupun sekolah yang mana di desa perempuan masih ada yang dibawah bayanganbudaya belum sepenuhnya merdeka. Misalnya, di usia yang melampaui 25 jika seorang perempuan belum menikah maka akan menjadi suatu tanda Tanya besar bagi masyarakat. Seolah-olah tidak laku yang menjadi paradigm yang masih mengakar dan dianut. Namun kalau kita perhatikan lebih lanjut sekarang budaya ini sudah mulai mengaktualisasikan diri dan bisa megikuti budaya modern dengan tetap menjunjung tinggi budaya sendiri dimana jika belum menikah diusia itu sekarang ada istilah yang cukup baik yakni karena lebih memilih menjadi wanita karir.
Mengenai budaya, khususnya budaya kita yang harus kita jadikan acuan adalah bagaimana kita mampu mereinterpretasi dan melakukan dialog dengan zaman. Budaya kita bukanlah budaya yang tertinggal seperti sebagian orang persepsikan. Budaya kita justru merupakan budaya yang besar dimana ini menjadi cirri khas dari diri kita sendiri. Karena budaya itu tidak berkembang kearah yang pasti sepeerti sebua perlombaan yang ada start dan ada ending-nya. Budaya itu terbentuk dari masyarakat. Jadi disinilah perlunya pembicaraan mengenai budaya dan penfsiran kembali bagaimana seharusnya budaya yang kita miliki itu dan ke arah mana akan kita bawa tanpa adanya pertentangan-pertentangan.
Nah, jikalau budaya feminism Indonesia dapat mempunyai ciri khas tersendiri, lalu mengapa kita harus mereduksikan diri? Nah, inilah yang mungkin menjadi alternatif untuk menyuarakan gerakan gender dalam khazanah sastra kita. Kita bisa memasukkan budaya sendiri seperti yang digambarkan oleh Afifah Afra dalam novelnya itu. Di novel tersebut tergambar para perempuan Indonesia dan Belanda yang memperjuangkan idealisme mereka dengan cara-cara yang mereka bisa lakukan. Dengan cara seperti ini maka sastra kita akan mampu menjadi acuan gerakan perempuan yang benar-benar berbasis nasionalisme kita. Dalam hal ini diperlukan adanya pendefinisian ulang mengenai bagaimana wanita Indonesia di zaman sekarang dan masa depan?
Wanita Indonesia tetaplah akan menjadi wanita Indonesia sekalipun terpegaruh oleh budaya-budaya lain. Yang menjadi alternative adalah bagaimana bisa beradaptasi dengan budaya yang mempengaruhi dengan tanpa meleburkan diri sampai batas tak terkenali lagi. Sehingga novel-novel yang memperjuangkan wanita TKW, wanita Jawa yang mengenyam pendidikan sampai tingkat Doktor di luar negeri, dsb akan membuka wacana yang baik untuk membuat pemikiran semakin berkembang e arah yang pasti serta tujuan yang jelas, yakni menjadi pribadi yang unggul sejajar dengan wanita-wanita bangsa-bangsa yang dianggap lebih unggul-bangsa Barat.
Saya kitra itulah yang mungkin akn membuat gerakan gender pada sastra kita tampak jelas sebagai suatu karakter bangsa yang mempunyai ciri yang khas. Dan semoga akan ada karya-karya yang seperti Afifah Afra angkat dalam novelnya.
Di akhir tulisan ini saya berharap akan hadir karya-karya sastra kita yang mengangkat tema-tema suara perempuan yang benar-benar mengangkat budaya perempuan Indonesia masa kini dengan tanpa mereduksi ke budaya lain sekalipun budaya lain tampak lebih unggul di mata sebagian orang. Karena dengan begitu sastra kita akan dapat menjadi simbol dari bangsa kita sendiri, bukan? Semoga tuisan ini dapat menjadi bahan perenungan ulang untuk kebudayaan kita di masa mendatang-dalam karya-karya fiksi tahun-tahun ke depan. Harapan saya akan adanya feedback terhadap tulisan saya ini akan dapat membantu saya untuk lebih memahami budaya sendiri khususnya tentang perempuan dari sudut pandang orang lain. Trima kasih…..
Biodata Penulis
Nama : Zubaidi.
Pekerjaan : mahasiswa Sastra Inggris UNNES- Semarang.
Organisasi : PPLK-BK UNNES (Pusat Pengembangan Layanan Konseling dan Bursa Kerja).
REM FM UNNES.
Alamat : Pati.
Email : kkntanjungsaribaros@yahoo.co.id
CN : 0878 321 44 647.
Langganan:
Postingan (Atom)